JAKARTA (RP) - Ada yang menarik dari laporan audit investigatif BPK yang diserahkan ke DPR dan KPK, Jumat (22/8).
Data yang diterima wartawan menyebutkan, ada 15 anggota DPR yang disebut menandatangani persetujuan alokasi anggaran Hambalang. Mereka berinisial MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS.
Disebutkan, kalau mereka menyetujui anggaran APBN Perubahan Kemenpora tahun anggaran 2010. Padahal, tambahan anggaran optimalisasi sebesar Rp600 miliar itu belum dibahas dan ditetapkan dalam rapat kerja antara Komisi X dan Kemenpora.
Di samping itu, minus HA, AHN, dan MI, mereka tanda tangan untuk RAPBN Kemenpora TA 2011. Sama seperti sebelumnya, tambahan optimalisasi sebesar Rp920 miliar juga belum dibahas dan ditetapkan pada rapat kerja Komisi X dengan Kemenpora.
Saat dikonfirmasikan ke Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo, ia mengaku tidak tahu soal keterlibatan 15 nama tersebut. ‘’Ini rahasia. Saya tidak tahu apa yang anda baca. Jadi kami tidak bisa jelaskan,’’ katanya.
Ketua KPK Abraham Samad juga enggan menanggapi 15 nama anggota DPR itu saat ini. Ia beralasan belum membuka laporan BPK. Namun, kalau benar ada kecurangan yang dilakukan anggota DPR, KPK tidak ragu bertindak. ‘’KPK kerja profesional, semua sama kedudukan di depan hukum. Presiden, menteri, DPR sama,’’ jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi X Agus Hermanto enggan berkomentar lebih jauh tentang 15 nama anggota DPR di komisinya yang disebut dalam hasil audit BPK terkait Hambalang. Ia berdalih belum membaca secara detil laporan hasil audit dari BPK.
‘’Yang jelas kami akan tindaklanjuti. Komisi X akan mempelajari dulu LHP dari BPK,’’ kata Agus di kompleks parlemen. Hasil audit itu akan diserahkan ke Panja Hambalang yang juga diketuai Agus.
Politikus Demokrat itu juga tidak mau membenarkan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan 15 anggota Komisi. Dia hanya menegaskan jika akan taat asas dan mengikuti aturan hukum yang berlaku. ‘’Karena ini memang tugas dari institusi yang berwenang menangani,’’ kata Agus.
Hal serupa juga akan dilakukan oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR yang akan menganalisa hasil audit BPK. ‘’Sesuai dengan tugas BAKN, kami akan menganalisanya dan hasilnya kami sampaikan kepada pimpinan DPR,’’ kata anggota BAKN Yahya Sacawirya.
Terpisah, anggota Fraksi PAN Eko Hendro Purnomo yang inisial EHP-nya ikut disebut dalam hasil audit BPK menampik jika dirinya ikut dalam memuluskan anggaran untuk proyek Hambalang.
Eko yang popular disebut Eko Patrio itu beralasan, saat itu ia mengira persetujuan itu untuk peningkatan sarana dan prasarana olahraga, bukan proyek Hambalang.
‘’Bagaimana untuk meningkatkan mutu olahraga dengan memberikan distribusi anggaran ke pengurus besar olahraga. Namun tiba-tiba mengarah menjadi Hambalang,’’ kata selebritis acara komedi tersebut. Karena itu, dia keberatan saat kemudian digunakan untuk proyek Hambalang.
Eko memberikan apresiasinya atas temuan BPK tersebut. Selain itu, menurutnya, hal itu harus disikapi oleh KPK. ‘’Saat menjadi proyek Hambalang, saya datang ke KPK karena saya bersikeras menolak Hambalang,’’ tegasnya.
Ia juga ikut mendukung Panitia Kerja Hambalang. Meski begitu, ia mengungkapkan, persetujuan penambahan anggaran proyek sudah melalui rapat yang resmi. ‘’Tidak mungkin ujug-ujug tanda tangan,’’ kata Eko.
Sementara itu, meski BPK sudah menyerahkan laporan soal proyek Hambalang, penyelesaian kasusnya bisa jadi tetap lambat. Sebab, data yang diserahkan tidak sesuai dengan permintaan KPK. Kemarin, BPK hanya menyerahkan laporan audit investigasi, bukan penghitungan kerugian negara. Data yang sebelumnya dijanjikan setelah Idul Fitri itu diberikan kepada DPR dan KPK secara bergantian. Pertama, Ketua BPK Hadi Poernomo beserta anggotanya seperti Ali Masykur Musa menyerahkan ke parlemen. Lantas, setelah salat Jumat mereka menyerahkan data yang sama kepada KPK.
Dalam laporannya, BPK membenarkan adanya dugaan penyimpangan dalam proyek Hambalang. Ada indikasi dalam Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) itu membuat negara rugi Rp471,707 miliar. Namun, kerugian utama adalah Rp463,6 miliar karena masih ada sisa Rp8 miliar di KSO (kerja sama operasional) Hambalang.
‘’Aspek formal materinya tidak memenuhi persyaratan, semua pengeluaran menjadi tidak sah,’’ tegas Hadi Poernomo. Dia menyebut uang sebanyak itu diperiksa dari empat proses.
Yakni, sebelum persetujuan tahun jamak, saat disetujui tahun jamak, paska persetujuan, dan setelah Muhammad Nazaruddin menyebut ada korupsi besar-besaran di proyek itu.
Temuan BPK, agar proyek terealisasi, pihak-pihak yang curang melakukan beberapa hal. Mulai dari mempercepat pengurusan SK Hak Pakai dan Sertifikat tanah, mengabaikan kondisi dan sifat dasar tanah yang hendak dibangun, hingga mengatur proses tender untuk memenangkan rekanan tertentu.
Saat menjelaskan, anggota BPK Ali Masykur Musa ikut memberikan pernyataan betapa kacaunya proyek Hambalang. Termasuk pekerjaan konstruksi yang dinilai tidak tepat.
‘’Seperti diketahui, tidak bisa digunakan. Dari segi formal maupun teknis tidak memenuhi syarat, ada rekayasa akuntansi,’’ jelasnya. Dalam laporan juga dibuka bagaimana korupsi terjadi.
Seperti saat para koruptor itu menyembunyikan pengeluaran dengan cara window dressing. Yakni, PT AK (Adhi Karya) mencatat pengeluaran ke akun bon sementara. Akun itu sebenarnya merupakan bagian dari akun kas, tetapi dimanipulasi sehingga seolah tidak ada pengeluaran.
Begitu juga dengan PT WK (Wijaya Karya) yang mencatat pengeluaran ke akun setoran KSO lain. Padahal, saat itu KSO Hambalang disebut BPK belum terbentuk.
Kecurangan lain adalah, KSO mencatat pembukuan dari upah fiktif. Semua itu membuat uang negara menguap tidak sebagaimana mestinya.
Di samping itu, BPK juga menemukan kalau KSO mengalirkan dana yang diterima dari Kemenpora ke pihak-pihak tertentu. Alasannya, untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan sebelum proyek diperoleh.
Seperti dana Rp12,3 miliar untuk mengganti pengeluaran PT Adhi Karya sebelum proyek dimulai.
Lantas, ada dana Rp6,925 miliar yang dikeluarkan PT Wijaya Karya juga untuk mengganti uang yang keluar sebelum proyek. Angka lebih besar lagi yang keluar dari kas KSO adalah untuk mengganti pengeluaran upah, hingga insentif. ‘’Ini laporan Hambalang secara keseluruhan. Ada banyak perubahan dan banyak yang dilanggar,’’ terang Hadi.
Meski laporan tersebut tampak wah, bisa jadi tidak terlalu berguna bagi KPK. Sebab, apa yang dibutuhkan oleh lembaga antirasuah itu adalah audit kerugian negara. Hadi Poernomo saat diminta ketegasannya mengenai hal itu mengakui kalau pihaknya baru bisa memberikan audit investigatif tahap II.
‘’Kita sudah kordinasi. Mudah-mudahan tidak lama lagi. Saat ini sedang diproses,’’ akunya. Ia lantas menjelaskan beda audit investigatif dan kerugian negara. Menurutnya, audit yang diserahkan masih bersifat dugaan adanya kerugian negara. Sedangkan laporan kerugian negara berarti benar-benar ada uang negara yang hilang.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pihaknya memilih untuk jalan terlebih dahulu dalam melakukan penahanan meski audit kerugian negara belum juga rampung. Ia memastikan itu dengan menyebut kalau para tersangka akan diperiksa pada pekan depan.(dim/fal/kim/jpnn)