Swasembada Pangan Perlu Rp43,4 T

Kriminal | Senin, 23 Juli 2012 - 11:00 WIB

Laporan JPNN, Jakarta

Pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi untuk mencapai target produksi lima komoditas pangan tahun ini mencapai Rp43,44 triliun. Hal ini perlu dicapai supaya Indonesia memiliki kemandirian pangan yang tahan terhadap perubahan iklim serta krisis ekonomi dunia.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Kami telah membuat road map percepatan swasembada lima komoditas pangan pokok, yakni beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Road map ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan swasembada pangan,” ujar Menteri Pertanian, Suswono akhir pekan lalu.

Pada 2012, untuk mencapai target produksi jagung, kedelai, dan padi diperlukan investasi setidaknya Rp43,44 triliun dari pemerintah dan swasta. Salah satu bentuk partisipasi pemerintah antara lain melalui dana alokasi khusus (DAK). “Keperluan dana investasi itu harus dibagi berdasarkan wewenang masing-masing, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta swasta,” tuturnya.

Sebelumnya Wakil Presiden, Boediono mengingatkan bahwa tujuan ketahanan pangan nasional adalah tersedianya bahan pangan pokok yang cukup dengan harga terjangkau bagi seluruh rakyat. “Kemandirian suplai yang sustainable atau berkelanjutan dalam jangka panjang hanya bisa dicapai melalui peningkatan produktivitas per satuan lahan melalui penerapan teknologi,” katanya.

 Wapres menyebut, sekarang ini ada kecemasan dunia akan keamanan sektor pangan. Dalam lima tahun terakhir, dunia mengalami tiga krisis pangan. Yang pertama terjadi pada 2007-2008 ketika badai El Nino menyebabkan kekeringan dan gagal panen di Argentina dan Australia. Pada 2010 dunia menyaksikan kekeringan di Rusia.

Kini pada 2012, Amerika Utara mengalami kekeringan dan harga kedelai mulai melonjak seiring harga jagung yang merambat naik. Dalam kondisi perubahan iklim yang ekstrem dan suasana global yang penuh ketidakpastian, sistem pangan nasional harus bisa menjamin keseimbangan jangka panjang antara produksi dan konsumsi. Sistem pangan juga harus mampu meredam gejolak jangka pendek. “Indonesia harus memiliki kebijakan stok dan kebijakan ekspor-impor pangan yang  fleksibel dan responsif,” jelasnya.(wir/oki/sar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook