JAKARTA (RP) - Terdakwa kasus suap pengaturan kuota impor daging Ahmad Fathanah tak bisa menutupi kekagetannya saat mendengarkan tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dituntut 17 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Dalam tuntutannya jaksa menilai Fathanah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Untuk perkara korupsi, jaksa Siswanto mengatakan, Fathanah selaku orang kepercayaan mantan LHI telah membantu PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya dalam penambahan kuota impor daging 8.000 ton.
‘’Terdakwa berperan mempertemukan LHI dengan Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat,’’ terang jaksa Siswanto.
Dalam pertemuan itu, Maria meminta tolong kepada LHI untuk membantu menguruskan penambahan kuota daging impor PT Indoguna yang sebenarnya telah beberapa kali ditolak Kementerian Pertanian (Kementan).
Indoguna pun berkomitmen memberikan dukungan dana bila penambahan kuota impor daging bisa diupayakan. Uang yang dijanjikan Indoguna pada Fathanah dan LHI ialah sebesar Rp40 miliar.
Mereka rupanya tergiur dengan uang tersebut. LHI pun menyanggupi keinginan itu dan meminta Maria menyiapkan data-data untuk meyakinkan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono. LHI juga sempat mempertemukan Maria dengan Suswono di Medan yang juga diikuti Fathanah.
‘’Dalam perkara ini terdakwa terbukti menerima uang Rp1,3 miliar untuk diberikan pada LHI selaku penyelenggara negara,’’ jelas jaksa.
Sementara terkait pencucian uang, Jaksa Ronald menyebutkan, Fathanah menempatkan sejumlah uang yang diduga hasil kejahatan. Di antaranya Rp1.897.800.000 di Bank Mandiri KCP Imam Bonjol dan Rp2.454.495.000 di Bank Mandiri KCP Depok Kartini.
‘’Terdakwa juga mentransfer, mengalihkan, membayarkan dan membelanjakan harta hingga Rp34.729.362.603 dan 89.321 dolar AS,’’ ungkap Jaksa.
Fakta-fakta itu telah didengar langsung dari bukti dan keterangan sejumlah saksi yang pernah dihadirkan dalam persidangan. Setidaknya ada 83 saksi yang telah diminta keterangan untuk Fathanah.
Hal-hal yang dinilai jaksa memberatkan Fathanah ialah perbuatannya dilakukan bersama seorang penyelenggara negara dalam hal ini LHI.
‘’Selain itu perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan korupsi. Tindak terdakwa juga merusak dan berakibat pada para peternak lokal,’’ terang jaksa Rini Triningsih.
Hal yang memberatkan lainnya ialah Fathanah pernah melakukan beberapa kejahatan dan dihukum. Antara lain perkara penipuan (2005) dan traficking di Australia (2008).
Yang dianggap jaksa meringankan hanyalah Fathanah dinilai sopan dan memiliki tanggungan keluarga. Mendengar hal tersebut Fathanah dan kuasa hukumnya mengajukan nota pembelaan (pledoi).
Pada bagian lain, dalam persidangan kasus yang sama dengan terdakwa LHI, Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin akhirnya datang sebagai saksi. Itupun kedatangan Hilmi terlambat ketika sidang sudah berjalan sekitar 20 menit.
Seperti kesaksian kader PKS lainnya, di dalam sidang kemarin Hilmi juga berupaya mengkait-kaitkan nama orang lain. Kali ini nama Ketua KEN (Komite Ekonomi Nasional) Chairul Tanjung disebut oleh Hilmi. Bos Trans Corp itu disebut pernah dimintai tolong Hilmi untuk menyampaikan persoalan daging ke Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Hilmi mengatakan dirinya kesulitan ketemu Hatta. Oleh karena itu, dia minta tolong pada CT (panggilan Chairul Tanjung) untuk menyampaikan pesan tentang kelangkaan daging sapi.
‘’Waktu saya katakan ke Pak Chairul beliau mengatakan siap untuk menyampaikan ke Pak Hatta,’’ ujar Hilmi.
Setelah bertemu dengan CT di Lembang, Hilmi kemudian kedatangan LHI. Pada LHI, Hilmi mengaku sudah menyampaikan pesan soal kelangkaan daging. Pengasuh Pondok Pesantren Madani itu juga membantah kenal Dirut PT Indoguna, Maria Elizabeth Liman.
Padahal dalam keterangan saksi lain, anak Hilmi, Ridwan Hakim sempat marah pada Maria Elizabeth Liman karena janji perempuan itu pada Hilmi Aminuddin yang belum terbayarkan. Janji menyangkut uang Rp17 miliar yang diduga terkait fee pengurusan kuota daging impor.
Terkait Bunda Putri yang dikenalkan pada LHI, Hilmi mengakui perempuan itu bernama asli Non Saputri. Saat menjawab pertanyaan hakim seputar Bunda Putri, Hilmi mengaku kenal perempuan itu di acara-acara pernikahan. ‘’Yang saya kenal dia pengusaha di Jawa Barat,’’ ungkapnya.
Hilmi mengaku Bunda Putri yang disebut sebagai istri siri seorang Dirjen di Kementerian Pertanian itu, kerap datang ke rumahnya di Lembang. Kedatangan Bunda Putri menurutnya bukan urusan daging sapi melainkan hanya konsultasi masalah agama. ‘’Memang kadang kami ngobrol terkait ekonomi dan perpolitikan,’’ ungkapnya.
Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Saudi Arabia itu sempat tak berkutik ketika diputarkan rekaman pembicaraan. Rekaman itu diputar jaksa karena Hilmi tidak mengakui jika dia telepon LHI sesaat setelah Ahmad Fathanah ditangkap KPK.(gun/agm)