BOGOR (RP) - Hari ini, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Bogor 2013 sebesar Rp 2.002.000 akan ditandatangani Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.
Tapi, kabar bahagia bagi kaum buruh se Bogor itu bisa berujung nestapa. Pasalnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor berancang-ancang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Informasi yang dihimpun Radar Bogor (Grup JPNN), pengaruh peningkatan UMK akan dirasakan langsung oleh 258 perusahaan anggota Apindo Bogor. Jika tetap memaksakan memberikan upah sesusai ketentuan anyar, estimasi rata-ratanya yakni setiap perusahaan bakal melakukan efisiensi sumber daya manusia (SDM) sebanyak 233 pekerja. Sehingga total PHK pada 258 perusahaan itu bisa lebih dari 60 ribu pekerja.
“Seharusnya tidak sembarang mengikuti daerah lain. UMK itu otonom. Harus ada pertimbangan tersendiri di tiap daerah. Dan, untuk industri padat karya, harus ada UMK khusus. Kalau begini ancaman bangkrut dan PHK di depan mata,” kata Ketua Apindo Kabupaten Bogor, Alexander Frans kepada Radar Bogor, kemarin.
Estimasi PHK sekitar 60 ribu pekerja itu dinilai logis. Pasalnya, sebagian besar industri di wilayah Bogor dan sekitarnya didominasi pengusaha padat karya dan UKM, seperti pakaian, boneka, sepatu. Berbeda dengan Kabupaten Bekasi yang dipadati pabrik dari industri berat dan teknologi tinggi.
Setelah ditetapkan, Alex meminta para pengusaha untuk tak ragu-ragu melakukan efisiensi sebagai pertimbangan untung rugi perusahaan. Jika sudah mulai terlihat mulai merugi, Alex mengimbau ke seluruh anggota Apindo untuk tak ragu melakukan PHK, sebagai bukti bahwa penetapan UMK tersebut benar-benar memberatkan dunia usaha.
“Sebelumnya kami juga meminta rekan buruh agar mempertimbangkan semua resiko dan potensi. Seharusnya pengusaha dan buruh bersatu. Buruh juga harus menganggap perusahaan sebagai ladang mereka,” ungkapnya.
Sekretaris Eksekutif Apindo Kabupaten Bogor, Sabeni Endik menambahkan, seluruh perusahaan menyatakan menolak kenaikan UMK karena dianggap mengenyampingkan undang-undang tentang ketenagakerjaan. “Jadi tidak bisa dong UMK-nya disamakan. Apapun nanti keputusan akhir, langkah akhir kami akan menempuh jalur hukum,” tandasnya.
Sementara itu, sektor pariwisata diproyeksi bakal terguncang hebat akibat peningkatan UMK 2013 secara signifikan. Dari 430 perusahaan anggota Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, lebih dari 80 persen perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi UMK sebesar Rp 2.002.000.
Artinya, lebih dari 350 pelaku usaha di bidang perhotelan dan kuliner akan menghadapi situasi keuangan yang pelik. Padahal, sebanyak 10.050 perkerja menggantungkan nasibnya pada 350 tersebut.
"Rata-rata 30 pekerja satu perusahaan, bisa lebih, bisa kurang. Yang keberatan memenuhi UMK Rp 2 juta, merupakan kalangan pengusaha perhotelan kelas melati," kata Ketua PHRI Kabupaten Bogor, Agus Bayu.
Agus mengatakan, keuangan perusahaan di sektor pariwisata sangat tergantung pada tingkat hunian yang fluktuatif. "Jadi tidak stabil. Kalau saat huniannya rendah, bagaimana? Untuk itu, kami sedang melakukan kajian untuk menentukan langkah-langkah ke depan," jelasnya.
Menurut Agus, ketidakmampuan perusahaan membayar UMK merupakan permasalahan serius. Bukan hanya PHK, tapi ancaman gulir tikar atau kebangkrutan bisa terjadi. "Padahal, pariwisata tengah berkembang. Tahun lalu saja, sebanyak Rp43 miliar pendapatan asli daerah didatangkan dari sektor tersebut," tegasnya. (jpnn)