Jenderal Djoko Dituntut 18 Tahun

Kriminal | Rabu, 21 Agustus 2013 - 09:22 WIB

JAKARTA (RP) - Mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo hanya tertunduk saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan tuntutan 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Jaksa menganggap apa yang dilakukan Djoko cukup bukti untuk sebagai Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).  

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tingginya tuntutan terhadap Djoko itu didasarkan atas beberapa pertimbangan yang memberatkan. Jaksa Pulung Riandono mengatakan hal yang memberatkan tuntutan itu antara lain, Djoko dianggap tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah menggalakan pemberantasan korupsi. Terlebih Djoko sendiri merupakan aparat menegak hukum.

‘’Apa yang dilakukan dilakukan terdakwa menciderai instansi penegak hukum, khususnya Polri. Hal itu akan membuat kepercayaan publik terhadap kepolisian berkurang,’’ ujar jaksa. Selain itu Djoko juga dianggap berbelit dalam persidangan dan tidak menyesali perbuatannya.

Korupsi pada pengadaan Simulator SIM juga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar yakni Rp121 miliar.

‘’Akibat perkara ini pelayanan publik juga terganggu,’’ papar Pulung.

Berkas tuntutan yang dibacakan tim JPU sangat tebal, sekitar 2.930 halaman dengan tinggi sekitar 60 cm. Itu yang membuat pembacaan tuntutan Djoko berlangsung cukup lama, dari pukul 14.00 dan berakhir pukul 21.00. Ada tujuh jaksa yang bergantian membacakan berkas tuntutan tersebut.

Jaksa menilai Djoko terbukti melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang dan Perbuatan Memperkaya Diri, sehingga merugikan keuangan negara. Dalam perkara pengadaan Simulator, Djoko dianggap melakukan korupsi hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp121 miliar.

Tindak pidana itu dilakukan Djoko dengan mengarahkan Ketua Panitia Pengadaan Teddy Rusmawan untuk memenangkan PT CMMA, yang dipimpin oleh Budi Susanto.

Alumnus Akpol 1984 itu juga disebut mengetahui markup harga simulator. Pada simulator R2 terjadi penggelembungan harga hingga Rp 10 miliar untuk 700 buah alat. Sedangkan pada simulator R4 markup terjadi hingga Rp11 miliar, untuk pengadaan alat sebanyak 569 buah.

Tak hanya itu, perwira yang pernah menjadi Kapolres Jakarta Utara itu juga terbukti memberikan surat rekomendasi jaminan kerjasama pekerjaan pengadaan simulator. Tujuannya agar PT CMMA mendapatkan kredit usaha dari Bank BNI sebesar Rp101 miliar.

Padahal kala itu belum ada penetapan PT CMMA sebagai pemenang lelang. Akibat tiga kesalahan itu, mantan Gubernur Akpol itu dianggap jaksa menguntungkan orang lain dan diri sendiri. Djoko juga dituntut atas pencucian uang yang dilakukan selama tahun 2003 sampai 2012.

Djoko tidak bersedia memberikan tanggapan. Dia menyerahkan pada kuasa hukumnya, Junifer Girsang.

 ‘’Kami akan lakukan pembelaan. Kami menilai jaksa banyak tidak memperhatikan fakta persidangan. Apa yang ada dituntutan itu banyak yang sama persis dengan dakwaan,’’ jelas Junifer.

Menurut Jaksa Rusdi Amin, harta yang didapat Djoko dalam kurun waktu tersebut tidak sesuai dengan penghasilan yang didapat. “Terdakwa juga terbukti menyembunyikan sejumlah aset dengan diatasnamakan kerabat dan keluarganya,” papar Rusdi.

Terkait tuntutan itu, Djoko tidak bersedia memberikan tanggapan. Dia menyerahkan pada kuasa hukumnya, Junifer Girsang. Junifer mengatakan akan menjawab semua tuntutan itu pada pledoi.

‘’Kami akan lakukan pembelaan. Kami menilai jaksa banyak tidak memperhatikan fakta persidangan. Apa yang ada dituntutan itu banyak yang sama persis dengan dakwaan,’’ jelas Junifer.(gun/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook