PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL

BPK Temukan Kerugian Negara Rp17,1 Miliar

Kriminal | Jumat, 20 September 2013 - 07:45 WIB

JAKARTA (RP) - Dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Ujian Nasonal (UN) bukan isapan jempol. Kamis (19/9), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melansir pemeriksaan terhadap pelaksanaan UN 2013 dan 2012. Hasilnya ditemukan kerugian negara sebesar Rp17,1 miliar dalam gelaran ujian tahunan itu.

Lembaga berslogan Tri Dharma Arthasantosha itu mengurai bahwa dalam proses lelang UN 2013 telah terjadi penyimpangan sehingga mengakibatkan potensi kerugian negara Rp6,34 miliar. Penyimpangan serupa juga terjadi pada lelang UN 2012 dengan potensi kerugian negara Rp8,15 miliar.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pelelangan UN 2013 masih berupa potensi kerugian negara karena sampai saat ini uang tendernya masih belum dibayarkan ke percetakan. ‘’Jika sudah dibayarkan, baru itu naik tingkatannya menjadi kerugian negara,’’ kata Anggota BPK Riza Djalil di kantornya, kemarin.

Sedangkan pada kasus UN 2012, sudah berwujud kerugian negara karena uang lelang sudah dibayar ke percetakan. Untuk itu, BPK sudah melaporkan kasus pelelangan UN 2012 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8,15 miliar itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Rizal menyampaikan penyimpangan dalam proses lelang ini banyak sekali modusnya. Seperti penunjukan pemenang lelang yang sejatinya tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan pengadaan naskah UN sesuai dengan ketentuan. Bentuk lainnya adalah visitasi panitia lelang ke perusahaan peserta lelang tidak dijalankan dengan baik.

‘’Sehingga ada perusahaan yang sejatinya kapasitasnya tidak mampu, tetapi dimenangkan dalam lelang,’’ katanya.

Kasus ini akhirnya memakan tumbal, berupa kacaunya pelaksanaan UN 2013. Saat itu UN SMA dan SMP sempat ditunda untuk sebelas provinsi. Selain itu juga terjadi kasus fotokopi naskah UN di sejumlah daerah, karena naskah asli kurang.

Kabid Auditorat VI.A2 BPK Akhsanul Khaq mengatakan, bahwa dalam penentuan pemenang lelang Kemendikbud tidak mencari peserta yang menawar dengan harga rendah. ‘’Sehingga bisa terjadi penghematan keuangan negara,’’ katanya. Waktu itu Kemendikbud beralasan peserta lelang dengan penawaran rendah diklaim tidak mampu mengerjakan penggandaan naskah ujian.

Selain di urusan lelang, kasus di UN berwujud belanja fiktif dan penggelembungan anggaran, serta penyunatan sejumlah pos penganggaran. BPK menghitung pada UN 2012 dan 2013 terjadi belanja fiktif dan penggelembungan anggaran Rp1,77 miliar. Sedangkan penyunatan atau pemotongan belanja senilai Rp888,6 juta.

Ujung dari banyaknya penyimpangan itu, BPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Yakni BPK meminta Mendikbud menyerahkan pelaksanaan teknis UN ke pemerintah provinsi (Pemprov). ‘’Kemendikbud cukup melaksanaan perencanaan, monitoring, supervisi, dan evaluasi saja,’’ kata dia.

Rekomendasi lainnya BPK meminta pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Mereka menilai kinerja BSNP ini tidak optimal. Selain itu koordinasi mereka dengan Kemendikbud dan pemda masih lemah. Khususnya membagi anggaran penyelenggaraan UN yang ditanggung APBN dan APBD. Jika Kemendikbud tidak berkenan membubarkan BSNP, BPK meminta ada evaluasi badan otonom itu.

Rizal menuturkan, sejatinya Kemendikbud sudah melayangkan respon tertulis dari pemeriksaan BPK tadi. Hasilnya Kemendikbud mengakui ada kelemahan dalam perencanaan dan pelelangan UN.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar mengatakan mendorong internal Kemendikbud untuk menuntaskan seluruh rekomendasi BPK atas pelaksanaan UN 2013 dan 2012 tadi. Terutama unit utama terkait UN yakni Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud.

Terkait dengan munculnya laporan kerugian negara, Haryono meminta Kemendikbud untuk segera menyerahkan kembali uang kerugian negara itu ke negara. Jika kerugian negara itu berkaitan dengan aturan yang dilanggar, pelaku lain, dan memperkaya oknum bisa diusut menjadi korupsi.

‘’Protap BPK memang melanjutkan hasil pemeriksaan itu ke penegak hukum. Kami siap,’’ tegasnya. Haryono mengatakan rekomendais hasil pemeriksaan BPK itu hampir sama dengan hasil audit Itjen Kemendikbud. Intinya Haryono mengatakan harus ada pembenahan besar-besaran di Kemendikbud.

Sampai sekarang masih saja terjadi kasus belanja fiktif. Kasus ini bisa dicek dari tidak adanya manifest penerbangan, struk menginap di hotel yang direkayasa, dan sejeninsya. Dia meminta kasus-kasus seperti ini tidak boleh terulang lagi. Haryono mengatakan rekomendasi pembenahan besar-besaran tidak akan melumpuhkan kinerja Kemendikbud. ‘’Niat kami baik. Untuk pembenahan internal Kemendikbud dan merembet ke perbaikan layanan pendidikan masyarakat,’’ ujar mantan pimpinan KPK itu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari menilai, kerugian negara yang ditemukan BPK itu sangat kecil. ‘’Padahal kita tahu bersama, kisruh yang ditimbulkan gara-gara UN 2013 sangat besar,’’ katanya. Tari, sapaan akrabnya, meminta Kemendikbud membandingkan hasil audit versi BPK dengan Itjen Kemendikbud. Dia mendorong setelah ditemukan ada kerugian negara, penegak hukum supaya bertindak profesional mengusutnya. (wan/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook