Terdakwa Korupsi Bioremediasi Segera Ajukan PK

Kriminal | Kamis, 20 Februari 2014 - 00:53 WIB

Terdakwa Korupsi Bioremediasi Segera Ajukan PK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi di PT Chevron Pacific Indonesia, Ricksy Prematuri akan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).  Langkah itu sebagai respon atas putusan kasasi yang memperberat hukuman untuk Direktur PT Green Planet Indonesia itu.

Menurut penasihat hukum Ricksy, Najib Ali Gisymar, putusan kasasi atas kliennya seolah mengesampingkan berbagai kejanggalan dalam perkara itu. "Jangankan diperberat hukumannya,  dihukum satu hari saja tim Penasehat Hukum akan menyarankan Ricksy mengajukan PK. Karena, kami sejak awal yakin bahwa dia tidak melakukan tindak pidana apapun," kata Nadjib di Jakarta, Selasa (18/2).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebelumnya, Ricksy dalam pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, dinyatakan bersalah karena korupsi dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara plus denda Rp 200 juta. Sementara dalam proses banding, hukuman untuk Ricksy dikepras menjadi dua tahun penjara saja.

Namun, baik Ricksy maupun jaksa penuntut umum mengajukan kasasi atas putusan banding itu. Hingga akhirnya pada 10 Februari lalu majelis kasasi yang diketuai MS Lumme dengan dua hakim anggota, yakni Leopold Luhut Hutagalung dan Artidjo Alkostar memperkuat putusan tingkat pertama.

Hanya saja, kubu Ricksy menduga majelis kasasi tak jeli dalam menangani perkara itu. Misalnya, Green Planet sebenarnya merupakan kontraktor sipil yang membantu PT CPI dalam proyek bioremediasi. “Jadi CPI-lah yang bertanggungjawab sebagai pengolah limbah,” jelas Najib.

Hal kedua, lanjut Najib, Ricksy dituding melanggar Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup (LH) nomor 128 tahun 2003 tentang TPH tanah. Padahal, lanjut Najib, bukti-bukti pelanggaran tidak pernah ada karena semua yang dilakukan GPI sudah sejalan dengan prosedur operasi standar (SOP) CPI yang telah diverifikasi oleh ahli-ahli dari Lemigas,  perguruan tinggi dan sudah seizin KLH.

“Jadi pelanggaran atas Kepmen ini pun bukan atas dasar bukti tetapi penafsiran sepihak yang dipaksakan oleh jaksa atas dasar keterangan ahli Edison Effendi. Sementara KLH yang jelas memiliki kewenangan sesuai UU Lingkungan dan ahli-ahli lainnya berpendapat proses bioremedesia sudah benar,” kata Najib.(boy/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook