POLDA TETAPKAN TERSANGKA, KEJATI SIAPKAN 5 JAKSA

SH Dijerat Pasal Pencabulan

Kriminal | Jumat, 19 November 2021 - 11:10 WIB

SH Dijerat Pasal Pencabulan
Kombes Pol Sunarto Kabid Humas Polda Riau (DOK. RIAU POS)

PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - POLDA Riau secara resmi mengumumkan penetapkan Dekan FISIP Universitas Riau (Unri), SH sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (18/11). Itu setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dan gelar perkara sejak awal kasus ini bergulir.

Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto menjelaskan penetapan status tersangka setelah penyidik melalui sejumlah proses. Seperti permintaan keterangan saksi dan barang bukti yang sudah diamankan, peningkatan status penyelidikan menjadi penyidikan hingga proses gelar perkara. Selain penetapan status tersangka, penyidik dikatakan Sunarto juga telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada kejaksaan.


"Penyidik telah mengirimkan SPDP kepada jaksa penuntut umum. Penyidik akan segera melakukan pemanggilan terhadap SH untuk diperiksa sebagai tersangka," ungkap Sunarto, Kamis (18/11).

Ia melanjutkan, dalam proses penyidikan, polisi telah memeriksa 18 saksi. Di antaranya, pelapor atau korban sendiri, keluarga korban, staf dekan, petugas keamanan kampus, sekretaris jurusan, ketua jurusan, ketua Advokasi Korps Mahasiswa HI (Komahi), teman korban, teman terlapor, serta pembimbing akademis korban. Selain itu, polisi juga telah periksa saksi ahli, yaitu ahli psikolog dan ahli poligraf.

Selain nama di atas, polisi juga turut memeriksa Rektor Unri Aras Mulyadi sebagai saksi. Di mana, untuk jadwal pemeriksaan rektor sendiri sudah dilayangkan surat panggilan oleh penyidik. "Kemudian termasuk hari ini (kemarin, red) kami jadwalkan pemeriksaan Rektor Unri," papar Sunarto.

Masih disampaikan Sunarto, dalam proses hukumnya, penyidik menerapkan Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 294 ayat (2) e KUHP terhadap tersangka SH. Di mana, pada Pasal 289 KUHP menegaskan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.

 "Sedangkan Pasal 294 ayat (2) KUHP mengatur mengenai perbuatan cabul di lingkungan kerja dilakukan oleh pegawai negari dan orang dalam satu lingkungan kerja/institusi. Ancaman hukuman 9 tahun," pungkas Sunarto.

Terpisah, Kuasa Hukum SH, Ronal Regen mengatakan bahwa pihaknya memang telah menerima surat penetapan tersangka kliennya pada Rabu (17/11) petang. "Sudah (terima surat penetapan tersangka). Kami terima kemarin sore," ungkap Ronal kepada Riau Pos, Kamis (18/11) siang.

Saat ini, tim kuasa hukum dikatakan Ronal masih mendiskusikan terkait langkah hukum apa yang akan diambil pascapenetapan tersangka ini. Termasuk juga berdiskusi dengan pihak keluarga. "Soal langkah hukum apa, nanti kami akan berdiskusi dulu dengan tim kuasa hukum. Termasuk juga berdiskusi dengan pihak keluarga," ungkap Ronal.

Lima Jaksa Peneliti Disiapkan

Pemberitahuan penetapan tersangka SH dalam perkara pelecehan seksual sudah diterima Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (16/11) lalu. Saat ini disiapkan lima orang Jaksa peneliti untuk melakukan penelaahan jika berkas perkara dilimpahkan penyidik. SH ditetapkan tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau, Selasa (16/11). Penetapan ini merupakan hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik usai mengantongi peristiwa pidana serta dua alat bukti permulaan cukup.

Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Marvelous menyampaikan, pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara dugaan cabul tersebut. SPDP diterima pekan lalu.  "Untuk surat pemberitahuan penetapan SH sebagai tersangka, kami terima kemarin (Selasa, red) dari kepolisian," ujar Marvelous, Kamis (18/11).

Pria akrab disapa Marvel menyampaikan, Kejati Riau juga menunjuk lima jaksa yang bertugas mengikuti perkembangan proses penyidikan. Selain itu, mereka juga akan meneliti kelengkapan persyaratan formil maupun materiil perkara.

"Saat ini, kami masih menunggu pelimpahan berkas tersangka dari penyidik kepolisian," imbuhnya.
Penanganan perkara ini, berdasarkan laporan dari korban berinisial L (21) ke Polresta Pekanbaru, Jumat (5/11) lalu. Namun seiring prosesnya, kasus diambil alih Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau.  Dalam proses penyelidikan, sejumlah pihak telah dimintai keterangan mulai dari pelapor, terlapor hingga pihak Unri. Setelah diyakini ditemukan peristiwa pidana serta dua alat bukti permulaan yang cukup. Penyidik sepakat meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

Kemudian, penyidik melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi. Langkah ini, untuk pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) serta alat bukti lainnya untuk menguatkan sangkaan tersebut. Bahkan, penyegelan turut dilakukan terhadap ruang kerja SH di Unri.

Dekan FISI Unri itu juga telah diperiksa penyidik Ditreskrimum Polda Riau, Rabu (10/11) sebagai terlapor. SH dimintai keterangan selama hampir lima jam dengan dicecar puluhan pertanyaan oleh penyidik.
Rektorat Didesak Nonaktifkan SH
Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri) meminta agar rektorat mengambil sikap tegas terhadap Dekan FISIP Unri yang kini sudah berstatus tersangka kasus pencabulan. Vice Mayor Komahi Voppi Rosea mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan konsolidasi tentang kemungkinan melakukan aksi tuntutan kepada rektorat.

"Kami akan melakukan konsolidasi dengan  para ketua lembaga organisasi mahasiswa se-FISIP Unri untuk meminta Rektor menonaktifkan Dekan FISIP yang sudah berstatus tersangka. Ini agar, setidaknya, mengurangi beban SH agar bisa lebih fokus dalam menyelesaikan kasus yang sedang menerpanya," terang Voppi.

Voppi menyebutkan, tidak etis jika SH masih diberikan beban membimbing mahasiswa dan urusan akademis lainnya, sementara dia harus menghadapi kasus dugaan pelecehan seksual dengan status tersangka. Voppi menyebutkan, Komahi dan juga mahasiswa FISIP Unri hanya ingin mengedepankan hak-hak mahasiswa yang sedang bimbingan supaya tidak terhambat urusan akademisnya diakibatkan oleh proses hukum kasus tersebut.

"Kami konsolidasi dulu sebelum memutuskan apa langkah selanjutnya. Karena kami juga sudah mendapat informasi bahwa rektorat baru akan  merapatkan terkait status tersangka Dekan," sebut Voppi.

Terkait masih dikaitkannya kasus ini dengan peluang SH mencalonkan diri sebagai Rektor Unri pada pemilihan 2022 nanti, Komahi menegaskan, hal itu tidak benar. Voppi menyebutkan, mahasiswa terutama Komahi hanya fokus pada dugaan perbuatan SH, bukan karena jabatannya atau peluangnya menjadi Rektor di masa mendatang.

"Kami ingin sekali menegaskan bahwa ini tidak ada kaitannya dengan proses SH sebagai calon Rektor Unri. Bahwa dari awal kami dari Komahi sudah menegaskan bahwa kami meminta kasus ini diusut karena perbuatannya, bukan karena dia siapa. Maka konsen kami tetap pada kasus pelecehannya, tidak ada embel-embel lain," tegas Voppi.  

Jangan Sampai Mahasiswa Dikriminalisasi

Terpisah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unri akan mengambil sikap tegas terkait status terbaru SH dalam kasus dugaan pelecehan seksual. Presiden BEM Unri Kaharuddin menyebutkan, status tersangka SH tidak membuat perjuangan mahasiswa mengawal kasus ini berakhir. Aliansi Mahasiswa Unri menurutnya akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Terutama karena adanya ancaman kriminalisasi terhadap korban pelecehan seksual.

"Kami, BEM Unri dan juga Aliansi Mahasiswa Unri meminta pengusutan kasus ini sampai tuntas. Jangan status tersangka SH ini jadi obat penenang saja di tengah keramaian. Kami tidak akan berhenti mengawal sampai ada putusan dari pengadilan. Kami juga tidak akan melupakan laporan balik yang mengarah ke korban dan Komahi. Kami siap menjaga kawan-kawan Komahi dan korban, jangan sampai ada yang dikriminalisasi karen sudah berani bersuara," sebut Kaharuddin.

Kaharuddin kembali menuntut meminta Pimpinan Universitas mengambil sikap tegas. Aliansi Mahasiswa menurut Kaharuddin belum melihat progres apapun, baik dari Tim Pencari Fakta maupun dari Tim Investigasi yang dibentuk. Malah dari kepolisian lebih cepat progres kasus ini. Padahal sudah ada Permendikbud No 30 Tahun 2021 sebagai acuan penyelesaian kasus tersebut. "Ini menjadi tanda tanya, ketegasan itu yang kami tunggu. Karena tim Kementrian sendiri sudah datang ke Unri. Pimpinan Universitas kami nilai masih cari aman, tidak ada sikap yang tegas," ungkap Kaharuddin.  

Terkait status tersangka SH, Rektor Unri Prof Dr Aras Mulyadi belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi baik lewat telepon maupun pesan WhatsApp belum ditanggapi. Sementara itu, Wakil Rektor II Unri Prof Dr Sudjianto yang menjadi Juru Bicara Rektorat Unri dalam kasus ini memastikan pimpinan universitas akan menggelar rapat. Rapat itu terkait status tersangka SH.

"Kami belum terima (surat penetapan tersangka SH). Yang jelas  kami akan rapat untuk bicarakan sama semua pimpinan universitas seperti apa," ujar Sudjianto.

Hingga tulisan ini diturunkan belum ada informasi lebih lanjut, baik dari Sudjianto maupun dari Rektor Unri.(nda/ali/end/ted)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook