JAKARTA (RP) - Baru satu hari sejak Andi Alfian Mallarangeng ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, keluarga tersangka dalam kasus proyek Hambalang itu sudah tidak sabar untuk mengeluarkan Andi dari Rutan Jakarta Timur cabang KPK. Mereka sedang mencari cara agar bisa membebaskan mantan Menpora itu secepatnya.
Itu disampaikan oleh Luhut Pangaribuan, kuasa hukum Andi yang datang menjenguk, Jumat (18/10). Ia datang bersama adik Andi, Rizal Mallarangeng, dan dua kuasa hukum lainnya yakni Ifdhal Kasim, dan Harry Ponto. Salah satu celah yang akan dimainkan adalah keberatan atau tidaknya Andi ditahan.
‘’Menurut undang-undang, kalau sudah ada penahanan bisa ajukan keberatan kepada atasan dari penyidik, selain itu ada juga praperadilan,’’ ujarnya. Namun, opsi ke pengadilan disebutnya belum dibicarakan. Masih seputar keberatan atau tidaknya mantan Jubir Presiden itu ditahan.
Luhut menjelaskan, opsi keberatan itu bisa dipakai karena saat pemeriksaan terakhir belum masuk pada substansi perkara. Ia tidak melihat adanya pertanyaan yang menjurus pada benar tidaknya Andi menyalahgunakan wewenang. Termasuk pertanyaan seputar tindakan melawan hukum apa saja yang dilakukan kliennya.
‘’Belum ada pertanyaan seputar itu,’’ jawabnya saat ditanya apakah penyidik sudah mencerca Andi soal kerugian negara. Sesuai dengan laporan audit investigastif tahap II Hambalang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada kerugian Rp463,67 miliar. Oleh KPK, Andi disebut memiliki peran merugikan negara.
Lembaga antirasuah itu lantas menjerat Andi dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Andi sendiri mulai dijadikan tersangka oleh Abraham Samad cs sejak 2012 lalu.
Sementara, Rizal Mallarangeng tidak banyak bicara soal kasus hukum yang menimpa kakaknya. Ia mengatakan membawa beberapa buku agar menjadi teman Andi di tahanan. Buku-buku favorit dibawa karena tahu kalau Andi gemar membaca dan pasti kesepian saat berada di balik jeruji besi.
‘’Mau jenguk. Bawa buku banyak,’’ katanya. Buku-buku tersebut berjenis novel sastra. Apalagi, yang mengulik sejarah dan misteri seperti karangan Dan Brown (penulis Da Vinci Code). Usai menjenguk dia mengaku senang karena melihat kakaknya dalam kondisi sehat.
Nah, dari kebiasaan membaca itu Andi mengaku punya obsesi tersendiri. Dia berniat menulis sebuah buku. Entah seperti apa nanti, yang pasti Rizal mengatakan bakal ada karya dari balik penjara. Salah satu kemungkinannya, membukukan pledoi yang akan dia sampaikan di pengadilan.
Menanggapi protes kuasa hukum, Jubir KPK Johan Budi SP tidak mempermasalahkan itu. Menurutnya, kalau ada pihak yang kurang berkenan dan dirugikan oleh penegak hukum bisa mengambil langkah hukum. ‘’Itu hak mereka untuk menempuh jalur hukum,’’ jelasnya.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan siap jika dirinya kemudian akhirnya menyusul Andi ditahan KPK. Kesiapannya itu disampaikan dengan meniru penegasan Presiden SBY saat membantah kesaksian mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq terkait Bunda Puteri beberapa waktu lalu.
‘’Saya siap 1.000 persen,’’ kata Anas usai acara diskusi di kediaman sekaligus sekretariat Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) di Jakarta, kemarin (18/10).
Meski demikian, dia menambahkan, kalau penahanan terhadap seseorang tetap harus berdasar pada hukum yang adil dan objektif. Termasuk, diperhatikannya pertimbangan bahwa seseorang dapat ditahan jika dikhawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau akan mengulangi perbuatannya.
‘’Yang penting adil dan objektif, karena dengan itu kebenaran bisa ditegakkan, siapa saja bisa disangka melakukan tindak pidana, tapi tidak bisa dipaksa-paksa bersalah, dicari-cari bagaimana caranya supaya bersalah,’’ kata mantan Ketua Umum PB HMI itu.
Anas melanjutkan, bahwa ditahan atau tidak hanyalah persoalan tempat. Yang penting, menurut dia, proses nantinya di pengadilan. Di situ lah akan terungkap kebenaran tentang bersalah atau tidaknya seseorang. ‘’Kalau masih tersangka belum tentu bersalah, nanti di pengadilan, hakim dan jaksa yang menentukan bersalah,’’ ungkapnya.
Di bagian lain, Tim penyidik KPK memeriksa sejumlah saksi terkait Anas. Kali ini yang menjadi saksi adalah Tri Dianto (mantan Ketua DPC Demokrat Cilacap), Eko Kusnomo (mantan Ketua DPC Tegal), Bambang Susilo (mantan Ketua DPC Blora), dan Tety Indarti (pelaksana tugas Ketua DPC Wonogiri). Tri dan Bambang mangkir dari panggilan.
Khusus untuk Tri, dia ngambek tidak mau datang setelah KPK mengirimkan surat panggilan ke tiga alamat rumahnya. Yang dianggapnya masalah pelik, tiga rumah itu dihuni istri-istrinya. Menurut Tri, KPK tidak profesional dan mengganggu privasinya.
(dyn/dim/esi)