JAKARTA (RP) - Setelah proses yang panjang, akhirnya badan legislasi mengesahkan regulasi anyar UU Pangan, sebagai perubahan atas UU Pangan nomor 7 tahun 1996.
Regulasi baru yang mengusung semangat kadaulatan dan kemandirian pangan ini, mempertegas posisi importasi pangan yang diperketat, hingga kewajiban Pemerintah untuk menjaga kestabilan harga bahan pangan.
Menteri Pertanian, Suswono mengatakan regulasi anyar ini nantinya mendorong agar produksi pangan betul-betul dihasilkan di dalam negeri, dan tidak bergantung pada negara lain.
Apalagi, Suswono menegaskan, FAO (Food and Agriculture Organization) melakukan peringatan bahwa negara harus menghasilkan pangannya sendiri.
Meski, FAO memberikan kelonggaran jika negara bisa memiliki kekuatan untuk ekspor pangan, tetap diperbolehkan melakukan eksportasi.
“Kalau Negara bisa ekspor, jangan menahan pangannya. Tetap memberi kesempatan negara lain untuk mengimpor,” jelasnya.
Dikarenakan itu, dalam beleid anyar tersebut berupaya untuk melakukan harmonisasi dan keseimbangan, antara ekspor dan impor.
Misalnya pada pasal 34, UU Pangan menegaskan bahwa ekspor pangan dapat dilakukan jika kebutuan konsumsi pangan di dalam negeri dan kepentingan nasional terpenuhi.
Guru Besar Ekonomi Agrikultur Universitas Lampung, Bustanul Arifin kepada JPNN mengatakan, Pasal tersebut sangat berguna, khususnya jika ada investor asing yang investasi di pertanian.
Jangan sampai hasil komoditas dibawa keluar, sementara di dalam negeri sendiri mengalami kesulitan.
“Produksinya wajib untuk nasional,” ungkapnya. Selain memperketat ekspor, UU Pangan juga membatasi gerak importer untuk melakukan impor pangan.
Pasalnya, impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan di dalam negeri tidak mencukupi, dan atau tidak diproduksi di dalam negeri.
Menurut Bustanul, aturan tersebut masih cukup umum dan harus dituangkan pada peraturan yang lebih spesifik lagi.(gal/sar)