JAKARTA (RP)- Terobosan demi terobosan terus dilakukan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kali ini, perusahaan pelat merah siap melakukan mobilisasi dana besar-besaran untuk mendorong efisiensi perbankan nasional.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, selama ini upaya mendorong perbankan agar menurunkan suku bunga kredit terbentur kendala mahalnya dana simpanan yang didapat perbankan dari tabungan maupun deposito jangka pendek.
“Karena itu, akan ada pergeseran dana milik BUMN dari instrumen jangka pendek deposito ke instrumen jangka panjang,” ujarnya di acara Financial Lecture di Jakarta kemarin (18/1).
Sebagaimana diketahui, salah satu masalah klasik di industri perbankan adalah adanya missmacth dana.
Di satu sisi, bank mendapat dana jangka pendek dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, namun harus menyalurkan kredit jangka panjang. Missmatch ini menjadi salah satu faktor masih tingginya suku bunga kredit di Indonesia.
Karena itu, menurut Dahlan, jika dana BUMN yang selama ini disimpan dalam bentuk deposito jangka pendek bisa dialihkan ke instrumen jangka panjang, maka akan sangat membantu meminimalisir missmatch sektor perbankan.
Apalagi, dana yang dipindahkan dalam jumlah besar.
“Itu ada ratusan triliun milik BUMN yang disimpan di deposito, terutama BUMN yang sehat dan likuiditasnya sangat besar,” katanya.
Untuk itu, saat ini Kementerian BUMN tengah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) untuk mencari opsi terbaik mengenai instrumen jangka panjang yang akan menampung ratusan triliun dana BUMN. “Pembicaraan akan diintensifkan,” ujarnya.
Langkah Kementerian BUMN ini klop dengan data BI. Menurut Gubernur BI Darmin Nasution, saat ini, suku bunga deposito atau simpanan (deposit rate) di perbankan Indonesia termasuk yang tertinggi di Asean.
“Nah, deposit rate ini menjadi sumber tingginya landing rate (bunga kredit),” katanya.
Darmin menyebut, di kawasan A, tingkat suku bunga simpanan atau deposito Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara lain seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. “Itu sebab efisiensi perbankan Indonesia masih kalah dengan negara-negara lain,” ucapnya. (owi/jpnn)