Produksi Minyak Terus Menurun

Kriminal | Kamis, 18 Oktober 2012 - 08:31 WIB

JAKARTA (RP) - Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) memperkirakan rata-rata produksi minyak tahun ini mencapai 870 ribu barel per hari (bph).

Angka tersebut lebih rendah 6,45 persen dari target APBN Perubahan 2012 sebesar 930 ribu barel per hari.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Realisasi produksi minyak sampai 11 Oktober 2012 baru mencapai 867,08 ribu barel per hari. Hingga akhir tahun diperkirakan hanya akan mencapai 870 ribu bph,” ujar Kepala BP Migas, R Priyono saat rapat dengan Komisi VII DPR Rabu (17/10).

Prediksi BP Migas jauh mengalami penurunan dibanding realisasi produksi minyak 2011 yang sebesar 902 ribu bph. Priyono mengatakan, rendahnya produksi minyak disebabkan empat hal.

Pertama, tidak kembalinya produksi Chevron Pacific Indonesia akibat pecahnya pipa TGI serta kebakaran FSO Lentera Bangsa di CNOOC sebesar 9.000 bph. Kedua, efek tertundanya keputusan operator baru saat pengalihan operator Blok WMO dari Kodeco ke PHE WMO yang menyebabkan kehilangan 5.500 bph. “Dua ini masalah klasik,” sebutnya.

Ketiga adalah penurunan produksi pada Lapangan Tunu dan Peciko di Blok Mahakam serta beberapa lapangan lain sebesar total 6.500 bph. Keempat, kerusakan pada beberapa fasilitas produksi dengan kehilangan mencapai 10.100 bph.

“Secara total, tahun ini kami perkirakan kehilangan produksi hingga 52.000 bph,” ujar Priyono.

Hal-hal lain yang menyebabkan berkurangnya produksi minyak tahun ini adalah tertundanya pengadaan rig, keterlambatan proyek, masalah pembebasan lahan, dan perubahan prioritas pekerjaan.

Priyono menambahkan, Indonesia mengalami puncak produksi minyak pada 1996 dengan jumlah 1,16 juta bph. Setelah itu, produksi minyak terus mengalami penurunan secara alami.

Belum ditemukannya lapangan migas baru juga menjadi masalah. “Saat ini hanya Cepu yang diharapkan akan mengangkat kembali produksi minyak bumi mencapai satu juta bph,” tuturnya.

Pengamat minyak dan gas dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) Kurtubi menilai, pengelolaan Migas nasional oleh BP Migas telah gagal. Ini bisa dilihat dari produksi Migas yang terus turun.

Hal itu menyebabkan penerimaan negara dari sektor Migas menurun. Di sisi lain, cost recovery meningkat. “Ini jelas cara kelola yang salah. Produksi rendah karena tidak ada penemuan sumur baru dalam 10 tahun ini,” katanya.(wir/ca/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook