Kejagung Tahan GM Chevron

Kriminal | Sabtu, 18 Mei 2013 - 09:03 WIB

JAKARTA (RP) - Kasus Bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) terus bergulir. Setelah berhasil membuat dua terdakwa kasus tersebut dibui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan General Manager Sumatera Light South Operation CPI Bachtiar Abdul Fatah. Dia dijemput paksa setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21).

‘’Tadi pagi (Bachtiar, red) sudah dibawa ke penyidik dan ditahan,’’ kata JAM Pidsus Kejagung Andhi Nirwanto, Jumat (17/5). Kejagung menjemput

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

paksa Bachtiar di kediamannya setelah yang bersangkutan dua kali mangkir dari panggilan untuk penyerahan tersangka dan barang bukti (P-22).

Berkas Bachtiar dinyatakan lengkap pada Januari lalu. Namun, ia mangkir dari panggilan penyerahan tersangka dengan alasan memenangkan gugatan praperadilan, sehingga kasusnya tidak bisa dilanjutkan. Akhirnya, berbekal surat perintah penahanan bernomor Prin-184/0.1.14/Ft/05/2013 tertanggal 17 Mei 2013, penyidik menjemput paksa Bachtiar.

Saat ini Bachtiar sudah masuk Lapas Cipinang untuk menjalani penahanan sebelum persidangan. Batas waktunya hingga 5 Juni mendatang atau selama 20 hari. ‘’Kami persiapkan untuk dibawa ke persidangan,’’ kata Andhi.

Kasus itu bermula saat Chevron hendak menetralkan tanah (biroremediasi) di sejumlah lokasi di Indonesia antara 2003 sampai 2011.

Dua perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan biroremediasi, yakni PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya, belakangan diketahui tidak qualified. Mereka tidak melakukan biroremediasi di 28 titik yang ditunjuk sehingga merugikan negara hingga Rp200 miliar.

Ketika dikonfirmasi, pihak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengaku telah menghentikan sementara operasi tiga dari 11 rig (bor) minyak di Riau. Hal itu dilakukan karena Chevron merasa khawatir kasus bioremidiasi bakal terulang.

 ‘’Kami lakukan tanpa paksaan. Karena kapasitas pengolahan limbah dinilai kurang, ya kami hentikan dulu sementara,’’ kata Corporate Communication Manager CPI Dony Indrawan di Jakarta (16/5).

Ia belum tahu lokasi tepat tiga rig yang dihentikan itu. Termasuk potensi kerugian yang bakal diderita dengan tindakan tersebut.

Dony menegaskan pihaknya berusaha agar penghentian 3 rig tersebut tak berpengaruh kepada produksi tersebut.

‘’11 rig itu seharusnya digunakan untuk melakukan pengeboran 600 sumur sesuai target tahun ini,’’ ungkapnya.

Imbas yang lebih tampak justru datang dari perusahaan pengelola limbah. Menurut Dony, vonis tersebut membuat tender proyek bioremediasi sepi peminat. Sebab, mereka cemas bakal tersandung kasus pidana serupa.

‘’Mereka jadi tidak tahu siapa yang berwenang menyatakan sebuah proyek Migas sudah berjalan sesuai aturan atau tidak. Saat ini kami sedang mencari kepastian hukum bahwa semuanya baik-baik saja. Paling tidak proteksi terhadap karyawan dan kontraktor. Kami sudah kirim surat ke SKK Migas dan KLH,’’ ungkapnya.(byu/bil/ca/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook