JAKARTA (RP) - Menteri Keuangan, Agus Martowardojo akhinya menerbitkan aturan pembebanan bea keluar terhadap ekspor komoditas tambang yang belum diolah.
Dengan terbitnya beleid tersebut, pemerintah akan memungut 20 persen hasil ekspor dari 65 komoditas tambang kategori ore atau mentah.
Menkeu menjelaskan, tarif dikenakan secara flat karena sulit membedakan bentuk fisik komoditas tersebut ketika dalam bentuk ore. “Bentuknya kurang lebih sama seperti tanah. Jadi kami tidak ingin ada satu salah membaca atau salah menginterpretasi,” kata Menkeu di Jakarta, Rabu (16/5).
Agus mengatakan, pengenaan bea keluar tersebut diberikan atas 21 jenis mineral logam, 10 mineral bukan logam, dan 34 batu-batuan. Ke-65 jenis ini, menurut dia, merupakan bentuk turunan dari 14 mineral yang sebelumnya disebut-sebut terkena aturan bea keluar.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012, para pengusaha tambang diwajibkan untuk membangun smelter sebelum 2014. Saat ini ekspor bahan mentah masih dibolehkan, namun akan dikenakan bea keluar. “Setelah 2014, ekspor tambang akan total dilarang berbentuk bahan mentah.
Peraturan menteri itu mengacu pada ketentuan di Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Beleid itu dibuat agar komoditas ekspor dari hasil tambang Indonesia tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam mentah tanpa diolah di dalam negeri.
Komoditas yang dikenakan bea keluar adalah bahan-bahan mentah dari tembaga, timbale, bijih besi, platinum, emas, kromium, nikel, seng, perak, platinum, mangan, timah, bauksit, dan antimon.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Bambang P S Brodjonegoro mengatakan, jenis komoditas yang dikenakan menjadi banyak, yakni 65 jenis, karena dihitung sesuai (Harmonized System/HS) atau kode klasifikasi perdagangan internasional.
Komoditas yang dikenakan bea keluar oleh Menkeu, mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2012.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Deddy Saleh mengatakan, tren ekspor 65 komoditas mentah tersebut terus meningkat.
Lantaran kenaikan ekspor barang tambang mentah pada periode tahun 2011, maka pihaknya saat ini mengambil langkah kebijakan untuk menetapkan kuota ekspor raw material. Besarannya adalah seperempat dari total realisasi ekspor tambang pada 2009 atau 2010.
“Untuk penghitungan kuota ekspornya, tergantung past performance pada 2009 atau 2010. Karena kalau past performance 2011, ekspornya melonjak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Deddy mencontohkan, ekspor bijih aluminimum pada 2010 hanya 26,8 juta ton. Dan ekspornya meningkat 47 persen menjadi 39,6 juta ton di tahun 2011.
Ini artinya, kuota ekspor tambang bijih aluminium sebesar seperempat dari realisasi 2010 yakni 26,8 juta ton, yakni sebanyak 6,7 juta ton. “Nah, 6,7 juta ton itu nanti akan dibagi rata kepada perusahaan tambang ekspor bijih aluminium,” rincinya.(sof/gal/kim/sar)