JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Gunung harta milik keluarga penguasa Banten, Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaeri Wardhana benar-benar tinggi.
Upaya KPK untuk menelusuri dan menyita beberapa mobil mewah tampaknya bukan apa-apa. Sebab, Wawan mengakui kalau punya pulau di Banten.
Pengakuan itu disampaikan oleh kuasa hukumnya, Firman Wijaya di KPK kemarin. Dia mengatakan kalau pulau yang disebut-sebut berada dalam kekuasaan keluarga Wawan memang benar ada.
‘’Menurut Wawan, itu milik orangtuanya, sudah lama. Pak Wawan ini profilnya pengusaha, sudah punya aset jauh sebelum Bu Atut memerintah (jadi gubernur, red),’’ ujarnya.
Itu dia sampaikan karena merasa KPK mulai tidak jelas dalam mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan kliennya.
Dia khawatir kalau komisi antirasuah membabi buta dalam menerapkan TPPU. Padahal, kliennya sudah kaya karena orang tuanya sangat sukses di Banten.
Pria yang juga menjadi kuasa hukum Anas Urbaningrum itu menambahkan, KPK harus jelas dalam mengusut TPPU. Kekayaan yang diwariskan orangtuanya harus dipisahkan dari asset tracing.
Seperti pulau di Banten itu, termasuk harta kekayaan yang milik orangtuanya. Jadi, tidak ada urusan dengan pencucian uang.
‘’Pertanyaannya, apakah ini embezzlement public fund (menggelapkan dana publik, red), uang kotor misalnya asetnya Pak Wawan. Harus jelas TPPUnya, apalagi menyangkut pemberian uang ke beberapa artis. Bagi saya, kalau terikat dengan kontrak maka dasarnya adalah professional liability,’’ imbuhnya.
Informasi soal kepemilikan pulau tersebut muncul dari Koordinator Masyarakat Pembaruan Banten (MPB) Uday Suhada. Dia mengatakan kalau Pulau Popole di Kecamatan Labuan dan Pulau Liwungeun di Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang, Banten dalam kekuasaan keluarga Atut. Tepatnya, atas nama ayah Atut, H Chasan Sochib.
Firman sendiri enggan menjelaskan lebih dalam mengenai kebenaran data yang disebutkan oleh Uday tersebut. Dia hanya memastikan kalau soal pulau itu sudah dikonfirmasi ke Wawan langsung dan diamini.
‘’Saya tidak tahu, tunggu langkah KPK saja,’’ katanya. Dia juga sempat menjelaskan kembali soal aliran dana ke artis. Menurut Firman, hubungan dengan Jennifer Dunn hingga Catherine Wilson murni bisnis. Itulah kenapa, dia berharap KPK paham mengenai tanggung jawab profesional. Soal mahal tidaknya bayaran terhadap artis, dia menyebut tergantung dengan kontrak yang disepakati.
Dia memastikan ada bukti bahwa mobil atau dugaan pemberian lain kepada para public figure itu terkait hubungan profesional.
Salah satu yang bisa membenarkan pernyataannya adalah bukti legal kontrak antara production house Wawan dengan sang artis. ‘’Semua ada di KPK, ada beberapa bentuknya,’’ urai Firman.
Sementara, soal pulau Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bisa saja KPK menindaklanjuti informasi kepemilikan itu.
Namun, belum ada keputusan apakah pulau tersebut terkait TPPU atau bukan.
‘’Sepanjang ada bukti dan keterkaitan info, bukti dan indikasi kejahatan. Kedua hal itu, maka akan ditindaklanjuti KPK,’’ katanya.
Jubir KPK Johan Budi SP menambahkan, kemarin pihaknya kembali melakukan penyitaan terhadap aset Wawan. Bentuknya, mobil Vellfire yang belakangan ini menjadi tunggangan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten, Toni Fathoni Mukson. Mobil itu diantarkan oleh orang suruhan Toni ke KPK.
‘’Setelah diantar, kemudian disita KPK. Totalnya, sudah 38 mobil dan 1 moge (motor gede) yang disita,’’ kata Johan. Dia kembali mengatakan kalau jumlah itu masih bertambah. Alasannya, penyidik masih melakukan asset tracing dan aset Wawan berupa berbagai bentuk.
Terus bertambahnya mobil yang disita membuat lahan parkiran KPK tidak cukup. Kemarin, petugas KPK melakukan pemindahan kendaraan yang disita dari dugaan kasus TPPU Akil Mochtar.
Dia menyebut ada 30 mobil dan 31 motor terkait Akil yang dipindahkan ke sebuah gudang milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Manggarai, Jakarta Selatan.
Meski sudah ada pengembalian, Johan mengatakan pihaknya belum memiliki kesimpulan apakah mobil itu pemberian Wawan atau hanya pinjaman. Yang pasti, KPK menduga kalau mobil-mobil yang dikembalikan oleh anggota DPRD Banten adalah pemberian.
Soal pengakuan kuasa hukum yang menyebut itu pinjaman, dia tidak mempermasalahkan. ‘’Nanti diklarifikasi dan dibawa ke pengadilan. Hakim yang akan menentukan apakah itu pinjaman atau pemberian,’’ tegasnya.
Kalau ternyata dugaan KPK benar, bukan berarti lembaga ad hoc itu akan langsung menetapkan anggota DPRD Banten sebagai tersangka penerima gratifikasi. Masih ada proses penelusuran lebih jauh untuk melihat konteks pemberian mobil.(dim/jpnn)