JAKARTA (RP) - PT Pertamina merugi bukan hanya karena pencurian melalui pipa (illegal tapping), tetapi juga karena penyelundupan ke negara tetangga.
Ditjen Bea Cukai mencatat, terjadi sembilan kasus penyelundupan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) sepanjang 2011-2012.
“Paling banyak adalah usaha penyelundupan ke Malaysia,” ungkap Dirjen Bea Cukai, Agung Kuswandono saat rapat dengan Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi dan sumber daya mineral serta riset dan teknologi Senin (15/10) lalu.
Upaya penyelundupan melalui laut mungkin masih cukup banyak karena yang tercatat hanya dari hasil penangkapan Ditjen Bea Cukai.
Agung mengungkapkan, kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan Bea Cukai pada 2011 sebanyak tiga kasus dengan jumlah minyak yang berhasil diamankan mencapai 1.449.348 liter dengan estimasi nilai Rp7,2 miliar.
“Sedangkan pada tahun ini terdapat enam kasus dengan jumlah minyak yang diselamatkan 38 ribu liter dan estimasi nilai yang Rp221 miliar,” tuturnya.
Dia merinci, pada 2011 telah digagalkan dua kasus penyelundupan minyak dan BBM di kawasan Kepulauan Riau (Kepri) dan satu kasus di kawasan Kalimantan Barat.
Tahun 2012 terungkap dua kasus di kawasan Kalimantan Timur dan empat kasus di kawasan Kepri. “Yang diselundupkan macam-macam, ada yang minyak mentah, ada juga BBM,” ungkapnya.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu pihaknya berhasil menggagalkan penyelundupan 700 metrik ton (mt) BBM jenis solar yang dilakukan kapal MT Admiralty Dasri berbendera Malaysia dengan kapal SB Siga-Siga dari Batam.
“Kapal-kapal itu membawa muatan high speed diesel atau yang biasa disebut solar dengan modus pengangkutan tanpa dokumen,” ucapnya.
Selain itu, bulan lalu kapal Malaysia MT Hornet melakukan pemuatan minyak MFO (solar untuk kapal) dari kapal tanker pengangkut BBM MT VOSCO dengan selang.
Kemudian, MT Sakhti tanpa izin mengangkut 700 metrik ton minyak mentah, lalu MT Martha Global mengangkut 35.500 kiloliter minyak mentah dari Dumai, Riau, secara ilegal. “Ini tentu merugikan negara,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan menyebutkan, untuk pengawasan pengiriman minyak maupun BBM di kapal, pihaknya sudah membuat perjanjian business-to-business (B to B) dengan pihak kapal pengangkut.
“Mereka harus siap untuk mengganti rugi sepenuhnya jika terdapat kekurangan volume BBM hingga ke tempat tujuan,” tambahnya.***