Subsidi BBM Masih Tinggi

Kriminal | Selasa, 17 Januari 2012 - 08:41 WIB

JAKARTA (RP) - Menteri ESDM Jero Wacik, mengatakan bahwa untuk menghasilkan Bahan Bakar Premium 1 liter menghabiskan Rp8.200 termasuk pajak-pajaknya.

Padahal, premium dijual ke masyarakat hanya seharga Rp4.500 per liter.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Artinya subsidi masih tinggi, ada Rp3.700 per liter. Kalau subdisi kena masyarakat menengah ke bawah, berarti niat pemerintah kesampaian. Tetapi, kalau kena kelompok satu lagi (menengah ke atas), itu ditegur DPR,’’ kata Jero, usai raker dengan Komisi VII DPR membahas masalah rencana pembatasan BBM bersubsidi di Jakarta, Senin (16/1).

Jero Wacik menegaskan, asas keadilan inilah yang harus dijaga. ‘’Jadi harus kita atur,’’ katanya.

Ditambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menyetujui pilihan mengurangi subsidi dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi.

‘’Presiden berpesan ini semua untuk rakyat. Kita sayang rakyat. Kalau masih ada cara lain, janganlah (dinaikkan),’’ ungkap Jero menirukan ucapan SBY.

Karena itu, lanjut dia, pemerintah mendorong pemakaian bahan bakar gas.

‘’Kita akan dorong gas, selain untuk penghematan juga mengurangi polusi udara. Nah, untuk kendaraan harus dipasang konverter kit. Memang ribet, tapi manfaatnya untuk jangka panjang. Mari kita kawal kebijakan ini, tentu masih ada kekurangan. Karena harus mengerjakan hampir dua juta mobil dengan konverter kit,’’ jelasnya.

Mengapa konverter kit harus diimpor Jero Wacik menambahkan, jika semua kebutuhan konverter kit bisa dipenuhi dari dalam negeri, maka tidak akan ada kebijakan impor.

Sebab, tahun ini diperlukan sekitar 44 ribu konverter kit untuk CNG, 250 ribu konverter kit untuk LGV.

‘’Kalau bisa dibuat semuanya di sini, itu yang paling baik. Tapi, untuk sekaligus tidak bisa. Memang kita utamakan dulu dari dalam negeri. Kalau sudah keteteran baru impor,’’ katanya.

Jero Wacik meyakinkan bahwa konverter kit buatan dalam negeri sangat aman digunakan. Karena, sudah mendapatkan sertifikat standar SNI dan standar internasional. ‘’Tapi, jumlahnya masih sedikit,’’ katanya.(boy/izl)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook