JAKARTA (RP) - Integritas penegak hukum kembali tercoreng. Kali ini disebabkan oleh ulah Subri, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Nusa Tenggara Barat, Subri SH MH.
Ia kedapatan menerima suap dari pengusaha yang bernama Lusita Ani Razak. Keduanya ditangkap di dalam kamar hotel dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan Sabtu malam (14/12).
Keduanya diketahui berada di kamar sebuah hotel di kawasan Senggigi, Lombok, NTB. Tidak dijelaskan dengan pasti oleh KPK sedang apa laki-laki dan perempuan itu berada di dalam kamar yang sama. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto hanya mengatakan ada barang bukti uang saat digrebek.
‘’Kejadiannya Sabtu sekitar pukul 19.15 WITA. Ada uang yang diamankan dalam pecahan dolar AS dan Rupiah,’’ kata Bambang dalam konferensi pers, Ahad (15/12).
Totalnya, sekitar Rp219 juta yang terdiri dari 16.400 dolar AS dan Rp23 juta. Bukti itu lantas diamankan dan dibawa ke Jakarta beserta tersangka.
Semua uang tersebut ditunjukkan dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Adjat Sudrajat, dan Kapuspenkum Setia Untung Arimuladi.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, usai ditangkap dan dibawa ke Jakarta, pihaknya langsung melakukan ekspose.
Hasilnya, Subri dan Lusita dijadikan tersangka dalam kasus penyuapan itu. Diduga, pemberian uang itu terkait dengan tindak pidana umum pemalsuan sertifikat tanah di wilayah Lombok Tengah. Di mana, oleh Kajari Praya ada seseorang yang dinyatakan sebagai terdakwa.
Informasi yang didapat JPNN, kasus itu bermula dari sengketa sebuah tanah yang luasnya lebih dari seribu meter persegi. Kabarnya, Lusita menyuap Subri supaya kasusnya dimenangkan.
Dia ngotot menang karena berencana mendirikan bangunan semacam resort di Lombok tengah.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, ada beberapa dugaan terkait Subri dan Lusita. Pertama, diduga pemberian uang di hotel tersebut bukanlah yang pertama. Namun, pria yang akrab disapa BW itu belum bisa memastikan karena perlu pendalam lebih lanjut.
Kedua, diduga masih ada orang lain yang terlibat dalam praktik suap itu. Siapa dia? Lagi-lagi Bambang memilih untuk tidak menjelaskannya saat ini. Belum bisa menjadi konsumsi publik karena prosesnya masih dalam penanganan.
‘’Ada potensi lainnya, karena dalam korupsi tidak mungkin hanya dilakukan satu atau dua orang saja,’’ terangnya.
Ditambahkan olehnya, hasil dari pembicaraan dengan pihak Kejagung muncul sebuah kesepakatan. Bahwa kasus yang menjerat Subri bakal sepenuhnya ditangani KPK.
Menurutnya, itu sesuai dengan UU yang menyebut KPK berwenang untuk menangani perkara berkaitan dengan penyelenggara negara. Keduanya kini juga sudah ditahan di Rutan KPK.
Sementara, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Kejaksaan Agung (Kejagung) Adjat Sudrajat mengapresiasi tindakan KPK.
Adjat mengatakan bahwa operasi tersebut merupakan hasil koordinasi antara pihak kejaksaan dengan KPK. ‘’Sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh pegawai kejaksaan, diharapkan efektif untuk menimbulkan efek jera,’’ katanya.
Meski demikian, ia juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa OTT KPK kali ini harus menyasar kepada oknum kejaksaan. Padahal, saat ini pihaknya tengah berupaya upaya keras untuk memberantas korupsi. Ia memastikan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada lembaga pimpinan Abraham Samad itu.
‘’Kejaksaan RI sangat menghormati, menghargai, dan tidak akan mencampuri seluruh tindakan hukum yang akan dilakukan KPK kepada oknum Kajari Praya,’’ ujar Adjat.
Terhadap Subari, Adjat mengatakan, bahwa Kejagung akan memberikan sanksi kepegawaian dengan terlebih dahulu membebaskan sementara dari jabatannya selaku Kajari Praya. Selanjutnya, Sub akan diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
‘’Dengan sanksi bisa saja pemberhentian tidak dengan hormat,’’ tegasnya. Selain itu, Adjat mengungkapkan bahwa Subari sebelum diringkus KPK merupakan seorang jaksa yang memiliki track record (rekam jejak) baik.
Ia sempat menjadi anggota dalam Satuan Tugas (Satgas) di bawah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) yang menangani perkara korupsi.
Lebih lanjut dijelaskan, pihaknya akan mengevaluasi sistem pengangkatan atau promosi seorang jaksa untuk menempati suatu jabatan.
Selain itu, kata Adjat, pihaknya juga akan mengevaluasi pengawasan internal di kejaksaan agar kejadian tersebut tidak teruang. Salah satunya, dengan pengetatan promosi jabatan.
‘’Semua harus melalui seleksi macam-macam nanti. Serta dijadikan sebagai evaluasi bagi pengawasan internal kejaksaan dalam upaya pencegahan korupsi,’’ terangnya. Ia menambahkan bahwa Subari merupakan oknum kejaksaan pertama yang ditangkap dalam OTT KPK terkait kasus korupsi selama 2013.
Penangkapan pelaku dugaan tindak pidana korupsi di daerah makin membuktikan kalau kinerja KPK tidak hanya di ibu kota saja.
Beberapa daerah yang memiliki potensi korupsi juga masuk dalam pengawasan lembaga antirasuah. Radar mereka makin peka karena masyarakat makin peduli dengan pemberantasan korupsi.
Pada Juni tahun ini, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Buol, Sulawesi. Tersangkanya, Bupati Buol Amran Batalipu sudah di vonis pengadilan Tipikor.
Sebelumnya, Mei 2013 KPK melakukan operasi serupa di Sumatera Utara, seorang kepala dinas di Kabupaten Mandailing Natal ditangkap.
Itu adalah beberapa contoh operasi KPK di daerah. Menurut Bambang Widjojanto, pihaknya peka terhadap laporan masyarakat.
Dari laporan yang didukung dengan bukti itu, KPK dengan sigap melakukan telaah. Ketika dipastikan kebenarannya, tim untuk melakukan penangkapan dibentuk.
‘’Untuk penangkapan Kajari Praya, itu atas informasi masyarat. Hanya beberapa hari sebelum transaksi dilakukan,’’ ungkap Bambang. Jadi, pihaknya tidak menguntit aktifitas Subri dan Lusita sejak lama. Informasi dari masyarakat itulah yang membuat KPK menerjunkan tim ke NTB.
Lebih lanjut mantan advokat itu menambahkan, pihaknya juga menjalin koordinasi dengan Kejagung sebagai institusi asal dari tersangka Subri.
Mereka perlu melakukan itu untuk membuktikan bahwa penegak hukum di Indonesia saat ini bahu membahu memberantas korupsi.
‘’Terima kasih pada masyarakat. Kami komitmen membangun institusi penegak hukum yang lebih baik. Tidak ada lagi tempat bagi oknum penegak hukum, termasuk KPK, bila kedapatan diduga melakukan tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Bambang juga menyebut kalau kontrol publik menjadi penting. Pengawasan masyarakat terhadap tindak pidana korupsi diyakini Bambang bisa menjadi benteng antikorupsi yang baik. Ia berharap agar perhatian masyarakat terhadap tindak kejahatan bisa terus seperti ini.
Apalagi, bukti bahwa kebanyakan operasi tangkap tangan maupun kasus korupsi banyak berasal dari informasi masyarakat. Saat peringatan hari antikorupsi, Bambang juga sempat menyebut betapa pentingnya peran masyarakat.
‘’Pemberantasan korupsi akan makin sulit diwujudkan kalau hanya dibebankan pada penegak hukum saja,’’ katanya.
Ruang Kajari Praya Disegel
Dari Praya, Lombok Tengah, dilaporkan, ruang kerja Kajari Subri disegel KPK, kemarin. Tindakan itu dilakukan karena diduga Subri SH MH menerima gratifikasi untuk memberatkan kasus Sugiharta alias Along dalam sengketa lahan dengan PT Pantai Aan di desa Selong Belanak Praya Barat.
Hingga berita ini diturunkan, kantor Kejari Praya tertutup rapat, dan dijaga ketat.
‘’Saya justru kaget mendengar pimpinan saya di periksa KPK, saya dihubungi Kajati pada pukul 23.00 WITA, kemarin. Saya kaget kok saya ditelepon,’’ kata salah satu petinggi Kejari Praya, kemarin.
Saat proses penggeledahan dan penyegelan oleh petugas KPK, sejumlah jaksa pun stanby di lokasi. KPK turun ke kantor Kejari sekitar pukul 08.00 WITA, beberapa jam di ruang Kajari, KPK mengecek satu persatu berkas dan barang yang dicurigai. Setelah itu, KPK pun melakukan penyegelan ruangan orang nomor satu dijajaran kejaksaan Praya tersebut.
Para petinggi jaksa dan pegawai hanya bisa melihat dari kejauhan. Dari cerita salah satu pegawai kejaksaan, proses itu dilalui dengan teliti. Tidak satu pun orang yang diperbolehkan masuk.
‘’Kenapa kok kamu ada di dalam, dari mana kamu bisa masuk. Tolong keluar. Ini penanganan internal,’’ tegur pegawai jaksa pada JPNN yang mengambil foto secara diam-diam.
Sementara kediaman rumah dinas Kajari Praya yang berdekatan dengan Kantor DPRD Loteng di jalan Gajah Mada terlihat legang, tidak satu pun orang yang bisa ditemui.
Diduga, Kajari menerima hadiah untuk memberatkan Sugiharta alias Along yang beberapa pekan lalu mengajukan penangguhan penahanan di Pengadilan Negeri (PN) Praya.
Pihak PT Pantai Aan menginginkan Sugiharta kembali ditahan atas sangkaan memalsukan sertifikat tanah dan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor: 21/2003, atas nama PT Pantai Aan yang dimiliki Bambang W Soeharto. Dalam sertifikat itu tercatat luas tanah sebanyak 1.000 hektare, telah masuk ke dalam sertifikat Sugiharta alias Along.
Akibatnya, Sugiharta dikenai pasal 266 ayat 2 KUHP, dan atau pasal 263 KUHP, yaitu tentang memberikan keterangan palsu, dan membuat dokumen palsu.
Sementara pengacara Sugiharta telah mencium ada uang pelicin dalam kasus ini.
‘’Memang dari awal, kami mencurigai kasus ini ada muatan dana pelicin yang masuk ke jaksa dan kepolisian. Kasus ini pun telah kami laporkan ke pusat. Alhamdulillah, KPK ternyata tanggap,’’ lanjut salah satu pengacara Along, Jack R Sidabutar yang dihubungi JPNN melalui saluran telepon.
Sebagai salah satu pengacara kondang di Jakarta, Jack R Sidabutar merasa ada ketimpangan hukum. Di mana, kasus sengketa lahan yang harusnya masuk ranah perdata, justru dipaksakan pidana. Kasus itu pun menjadi perhatian publik dan masyarakat umum.
‘’Waktu kami bertemu dengan Kajari Praya untuk meminta izin bertemu Along di Rutan Praya. Ia sempat menyindir kami dengan kata ‘sama-sama dapat, lebih baik santai saja’,’’ bebernya.
Kata-kata itu membuat pihaknya pun mengaku tersinggung. ‘’Saya pun membalasnya dengan berkata, kami hanya mendapat bayaran kecil untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Pada saatnya, kasus ini akan terbongkar,’’ tegasnya.
Kejadian itu, membuat dirinya mengumpulkan bukti dan fakta ketimpangan hukum yang terjadi pada klien. ‘’Kami melihat, kasus ini memang ada indikasi bayaran,’’ katanya.
Yang membuat kecurigaan besar, jelasnya, keluarga apalagi pengacara yang ingin bertemu Along di Rutan Praya harus melalui izin satu pintu, yaitu Kajari Subri SH MH. Bagi Jack R Sidabutar, Kajari secara tidak langsung telah melangar Hak Asasi Manusia (HAM).
‘’Kami menduga, kasus ini memang titipan. Kajari takut sekali, kalau keluarga dan pengacara bertemu Along. Kasus ini juga harus dikembangkan, hingga masuk ke ranah kepolisian juga,’’ katanya.
Karena, sebutnya, awal mula penangkapan Along sekitar bulan April lalu dilaksanakan oleh Polres Loteng. ‘’Yang mengherankan itu, kok tiba-tiba saat mendengar kesaksian ahli di persidangan, Along ternyata P21,’’ katanya.
Menurutnya, soal sengketa lahan harusnya menjadi ranah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dimana, BPN melakukan pengecekan. Yang terjadi justru sebaliknya.
Kepolisian dan kejaksaan mempercepat kasus, hingga Along pun ditahan. ‘’Secara nyata, kami melihat Kajari Praya itu memang bermasalah. Kami, sangat mengapresiasi KPK,’’ katanya.
Salah satu keluarga Along, yang namanya tidak mau dikorankan merasa berterimakasih pada KPK, dalam menegakkan keadilan. ‘’Awalnya, kami menilai tidak percaya dengan hukum di Indonesia ini. Ternyata, inilah kebangkitan penegakan hukum. Kami mengapresiasi KPK,’’ katanya.
Ia menyerukan, agar kasus yang menimpa keluarganya itu terus dikembangkan KPK, hingga menemukan kembali oknum jaksa dan kepolisian yang bermain.
‘’Semoga, ini menjadi contoh positif bagi seluruh masyarakat Indonesia, bahwa kita tidak boleh mengalah, demi keadilan,’’ katanya.(dim/dod/dss/esi)