4 Tahun Istri Joko Palsukan Status

Kriminal | Minggu, 16 Juni 2013 - 07:30 WIB

JAKARTA (RP) - Sebagai penegak hukum tampaknya Djoko Susilo piawai benar menyamarkan pencucian uang yang dilakukannya. Seperti misalnya bagaimana istri ketiga Djoko, Dipta Anindita yang menggunakan identitas berstatus lajang saat melakukan pembelian rumah mewah.

Hal itu yang terungkap dari kesaksian notaris yang mengurus akta jual beli rumah mewah milik Dipta, Mariyati Hurip. Dia mengaku saat membuatkan akta jual beli disodori KTP Dipta dengan status lajang. Pencatatan akta jual beli itu pada Januari 2012. Padahal sejak 2008, Dipta sudah menikah dengan Djoko di KUA Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Saat menikah dengan Dipta, Djoko mengubah identitas menjadi Joko Susilo, SH bin Sarimun Karto Wiyono, dengan status jejaka atau belum menikah. Dari pernikahan itu Djoko dan Dipta dikaruniai satu orang anak. ‘’Di KTP-nya tertulis status lajang dengan pekerjaan mahasiswa. Namun pada akta dia minta status pekerjaannya swasta,’’ terang Mariyati.

Dalam persidangan, Maryati mengaku saat membuatkan akta itu tidak mengetahui hubungan Dipta dan Djoko. Dia baru tahu jika keduanya suami istri ketika kasus ini mencuat di media massa. Maryati juga mengaku tidak tahu saat ditanya sumber dana pembelian rumah senilai Rp7,1 Miliar tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada istri ketiganya Dipta, Djoko membelikan rumah mewah seharga Rp7,1 Miliar. Rumah itu berada di Perumahan Bukit Golf II nomor 12, Semarang, Jawa Tengah. Menariknya, dalam pembayaran rumah itu, Djoko lagi-lagi memiliki cara agar transaksinya tak mudah terendus Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK). Dia mentransfer pembayaran rumah itu ke tiga rekening yang diminta dari pihak marketing pengembang PT Graha Perkasa Indah.

Berdasarkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apa yang dilakukan Dipta sebenarnya pelanggaran pidana. Dia melanggar pasal lima UU TPPU. Sebab perbuatan Dipta termasuk menerima dan menggunakan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

Direktur Ketua Kelompok Legislasi Direktorat Hukum PPAT, Fithriadi Muslim mengatakan dalam pasal 5 itu, pelaku TPPU bukan pelaku tindak pidana asal. Menurut dia tidak semua orang yang menerima uang yang diduga hasil pencucian uang memang dijerat pidana.(gun/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook