JAKARTA (RP) - Perusahaan telekomunikasi PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) memastikan melakukan penggabungan usaha atau merger dengan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI). Merger ini dilakukan dengan melakukan tukar guling saham atau share swap antara kedua operator CDMA itu.
Kedua perusahaan yang sama-sama bernaung di bawah grup bisnis besar di Indonesia itu menandatangani Penjualan Bersyarat Jual Beli atau Conditional Sale and Purcase Agreement pada 13 Maret 2012. Tahapan merger diawali dengan mengakuisisi 35 persen saham STI oleh BTEL.
"Selanjutnya dalam tiga tahun Bakrie Telekomunikasi akan mengambil 100 persen saham STI dan sebagai imbalannya Sampoerna Strategic akan menjadi pemegang saham BTEL yang cukup berarti," kata Presiden Direktur BTEL, Anindya Bakrie di Jakarta, Rabu (14/3). STI memang dimiliki oleh Sampoerna Strategic dan Polaris.
Anin mengatakan kedua perusahaan akan mengintegrasikan operasi bisnis di bawah satu manajemen Bakrie Telecom. Tujuannya untuk penetrasi layanan selular dan memanfaatkan pertumbuhan bisnis telekomunikasi.
"Pihak yang bertanggung jawab ialah Bakrie Telecom. Maka, kami yang mengendalikan dan menjalankan operasional," jelasnya.
Dia memperhitungkan frekuensi 7,5 Mhz milik STI dalam band 450 Mhz akan menambah kapasitas yang cukup bagi Bakrie Telecom yang mengoperasikan Esia.
Untuk memuluskan merger ini, BTEL akan melakukan dua aksi koporasi. Pertama, melakukan non-preemtive rights (NPR) atau Non-Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Non-HMETD) maksimal 10 persen total saham senilai Rp 900 miliar. Jumlah saham BTEL saat ini tercatat 28,48 miliar saham. Dengan demikian porsi NPR sebanyak 2,85 miliar saham.
Kedua, BTEL berusaha meraih pinjaman bank sebesar Rp 500 miliar. Saat ini, perseroan telah mengerucutkan sumber pinjaman dari bank luar negeri.
"Pinjaman dari bank asing, kemungkinan dengan nilai sebesar itu akan disindikasikan dengan beberapa bank," ungkap Deputi Presiden Direktur dan CEO Bakrie Telecom, Jastiro Abi. Dengan demikian total target perolehan dana BTEL sebesar Rp 1,4 triliun.
Meski masih menunggu valuasi saham STI dan meminta persetujuan dari para pemegang saham, BTEL menganggarkan dana untuk tukar guling saham STI dari perolehan penawaran saham dan pinjaman bank. Dana dari non-preemtive rights itu akan digunakan untuk melunasi surat utang atau refinancing senilai Rp 650 miliar.
Obligasi tersebut bakal jatuh tempo 6 bulan lagi atau pada September 2012 mendatang. Kebutuhan lainnya, BTEL akan membelanjakan untuk ekspansi bisnis layanan suara, data, dan membayar beberapa vendor.
Sementara STI mengakui pilihan bermitra dengan grup Bakrie karena kesamaan visi. Presiden Komisaris STI, Michael Sampoerna, mengatakan selama ini pihaknya mencari beberapa calon mitra strategis.
"Kita memilih BTEL karena sama-sama sebagai operator CDMA dan memiliki visi yang sama. Kerjasama ini juga mengantisipasi pertumbuhan bisnis telekomunikasi yang tumbuh 10 sampai 20 persen per tahun," ujarnya.(gen)