Pengacara Akil Minta KPK Jangan Membabi Buta

Kriminal | Senin, 14 Oktober 2013 - 13:00 WIB

Pengacara Akil Minta KPK Jangan Membabi Buta
Akil Mochtar. Foto: JPNN

JAKARTA (RP) - Kubu Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif HM Akil Mochtar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi lebih manusiawi dalam memberantas korupsi.

Hal ini terkait dengan pemblokiran sejumlah rekening yang dinilai tidak ada sangkut pautnya dengan kasus dugaan suap penanganan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten yang menjerat Akil Mochtar.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer menegaskan dalam waktu dekat pihaknya akan segera melayangkan surat keberatan kepada lembaga pemberangus korupsi pimpinan Abraham Samad Cs itu.

Sedianya surat itu hendak diantar pada Jumat (11/10) kemarin di KPK. Namun, karena sudah kesorean, akhirnya tidak jadi diantarkan. "Sampai hari ini (kemarin) belum. Habis libur (Idul Adha) kita sampaikan," kata Tamsil menjawab JPNN, Minggu (13/10) malam.

Dijelaskan Tamsil, surat itu sudah disiapkan. Antara lain keberatan tentang pemblokiran terkait CV Ratu Samagat yang dikelola istri Akil, Ratu Rita.

Kemudian terkait rekening yang sudah dilaporkan Akil dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang diblokir. "Itu kan laporannya sudah ada di KPK sana, kenapa diblokir," kata Tamsil.

Tak hanya itu, rekening Akil di Bank Rakyat Indonesia yang disita juga dipermasalahkan. Sebab, kata Tamsil, rekening itu isinya adalah murni gaji Akil sebagai Hakim Konstitusi.

"Rekening gaji murni juga diblokir, kita sangat keberatan," tegasnya. Menurutnya, itu merupakan hak Akil dan tidak ada hubungan dengan kasus. "Itu kan transfer (gaji) dari bendaharawan MK," ujarnya.

Tamsil menambahkan penyitaan rekening tabungan atas nama anak Akil di Bank Central Asia juga sangat disesalkan. Sebab, kata dia, hal itu tidak pantas disita KPK karena tak berkaitan dengan kasus Akil.

"Di rekening BCA itu merupakan transfer gaji anak Pak Akil. Anaknya kerja di swasta, kan tiap bulan gajinya ditransferkan," kata dia.

Tamsil mengaku sepakat dengan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang dilakukan KPK. Tapi, tegasnya, jangan sampai dilakukan dengan membabi buta.

Harusnya, ia melanjutkan, KPK melihat bahwa yang disangkakan kepada Akil adalah pasal 12 c Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana atau pasal 6 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana terkait penyuapan seorang hakim yang bisa memengaruhi putusan.

Nah, kata Tamsil, harusnya penyitaan itu berhubungan dengan pasal yang disangkakan. "Kita sepakat KPK tegakkan hukum tapi kita tidak sepakat dengan cara tidak manusiawi dan membabi buta," kecam Tamsil.

Dia mengatakan, pemberantasan tipikor juga harus melihat hak kemanusiaan tersangka dan keluarganya. Apalagi, ia menambahkan, selama Akil menjalani proses hukum tentu keluarganya perlu makan.

"Kalau semua hak sah mereka disita, mau makan apa? Itu yang kita keberatan. Harusnya lebih manusiawi dan tidak membabi buta," ungkap pengacara senior Kalbar yang pernah sama-sama berjuang bersama Akil ini.

Karenanya, ia menegaskan, Tim Kuasa Hukum Akil akan mengajukan keberatan. Akil juga, lanjut dia, sejauh ini sangat kooperatif dengan KPK. Jawaban yang diberikan dalam pemeriksaan juga tidak menghambat proses hukum.

Tamsil juga sepakat dengan rencana KPK memanggil Hakim MK Maria Farida Indrati dan Anwar Usman untuk diperiksa. Maria dan Anwar diketahui merupakan sama-sama Hakim Panel yang menyidangkan perkara sengketa Pilkada Gunung Mas. Menurut Tamsil, siapapun warga negara jika dipanggil harus datang.

"Kalau bicara penegakan hukum, siapapun berkewajiban hadir. Menurut saya, kalau memang KPK berencana untuk itu (memanggil Hakim MK), itu lebih bagus juga," kata Tamsil.

Sebab, kata dia, Akil dalam mengambil keputusan ketika menangani kasus tidak sendiri. "Bukan keputusan Pak Akil pribadi," tegasnya.

Menurutnya, keputusan itu bersama-sama dengan Hakim Panel lainnya. Menurutnya, juga bisa dilihat dengan rekaman persidangan bagaimana pendapat-pendapat hakim lain.

Sehingga, kata dia, nanti bisa dilihat apakah benar Akil melanggar pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

"Karena putusan itu hasil musyawarah panel dan kemudian disidangkan lagi bersama seluruh majelis hakim. Disitu bisa dilihat apakah pasal ini tepat pada Pak Akil yang dituduh bisa mempengaruhi putusan," beber Tamsil.(boy/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook