Chevron 5.000, BOB 1.000 Barel

Kriminal | Rabu, 14 Maret 2012 - 09:11 WIB

Chevron 5.000, BOB 1.000 Barel
(Foto: kaskus.us)

JAKARTA (RP)-Di tengah sorotan tentang rencana kenaikan harga BBM, Indonesia juga dihadapkan dengan terus menurunnya produksi minyak mentah dalam negeri. Penurunan tersebut bakal terjadi di 34 perusahaan yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) termasuk beberapa perusahaan di Riau seperti PT Chevron dan Badan Operasi Bersama (BOB) Bumi Siak Pusako.

Dalam pembahasan di Komisi VII yang dipimpin Ketua Komisi Tengku Rifki dan dihadiri Menteri ESDM Jero Wacik, Dirjen ESDM Evita Legowo dan jajarannya, Selasa (13/3), diketahui jika asumsi lifting BBM yang diusulkan Pemerintah

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

kepada DPR disetujui, di mana produksi minyak Chevron akan mengalami penurunan dari 350.000 barel/hari menjadi 345.000 barel/hari atau turun 5.000 barel.

Begitu juga produksi minyak BOB dari penetapan dalam APBD murni 2012 sebesar 17.000 barel/hari menjadi 16.000 barel saja/hari. Sehingga penurunan produksi ini diperkirakan juga akan memengaruhi perolehan DBH Migas daerah.

Dari catatan pemerintah, juga dijelaskan, kinerja produksi minyak Indonesia tak kunjung membaik. Memasuki bulan Maret, pemerintah menyerah untuk mengejar target.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo mengatakan, melihat realisasi produksi sepanjang dua bulan pertama tahun ini, maka pemerintah berpikir realistis untuk menurunkan target produksi minyak. ‘’Jadi, kalau dalam APBN 2012 ditetapkan 950 ribu barel per hari, maka dalam RAPBNP 2012 kami usulkan 930 ribu barel per hari,’’ ujarnya di Komisi VII DPR, Senin (12/3).

Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono mengatakan, realisasi produksi minyak hingga awal Maret 2012 memang baru mencapai 895.000 barel per hari. ‘’Ini disebabkan adanya 31 KKKS yang produksinya di bawah target,’’ katanya.

Priyono menyebut, beberapa KKKS yang tingkat produksinya di bawah di antaranya adalah Total E&P Indonesia, Pertamina, PHE West Madura Offshore, PHE-ONWJ, serta PT Sumatera Persada Energi. Total kekurangan produksi dari 31 KKKS tersebut mencapai 14.704 barel per hari.

Menurut Priyono, penyebab rendahnya produktivitas KKKS mayoritas didominasi masalah eksternal, seperti persetujuan izin Menteri Perhubungan serta kendala persiapan lokasi pengeboran sumur. ‘’Termasuk kendala persetujuan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, red),’’ ucapnya.

Sebelumnya, Deputi Operasi BP Migas Rudi Rubiandini mengatakan, BP Migas berkaca pada realisasi kinerja produksi minyak tahun lalu, dari target produksi 945 ribu barel per hari, realisasinya hanya 903.200 barel per hari. ‘’Ada 34 KKKS. Karena itu, kami peringatkan 34 KKKS ini agar berupaya keras meningkatkan produksi,’’ ujarnya.

Rudi menyebut, tahun lalu, empat KKKS yang realisasi produksinya paling rendah dibandingkan targetnya adalah Total E&P Indonesia, yang hanya mampu mencapai produksi 82.232 barel per hari dari target 92.000 barel per hari. Lalu, Pertamina EP yang hanya mampu memproduksi 123.518 barel per hari dari target 132.000 barel per hari.

Kemudian, CNOOC SES dengan produksi 34.690 barel per hari dari target 40.000 barel per hari, serta PHE West Madura Offshore dengan produksi 13.796 barel per hari dari target 18.000 barel per hari.

Sementara itu, terkait asumsi lain dalam RAPBNP 2012, Evita menyebut bahwa pemerintah mengusulkan kenaikan asumsi harga minyak (ICP) dari  90 dolar AS per barel menjadi 105 dolar AS per barel. ‘’Kenaikan asumsi harga minyak ini terkait dengan tren harga minyak internasional yang cenderung naik,’’ ujarnya.

DBH Turun

Terpisah, anggota Komisi VII DPR RI asal Riau, Andi Rahman, saat dikonfirmasi Riau Pos di sela-sela Raker Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII yang membahas asumsi makro RAPBN Perubahan tahun 2012, sub sektor minyak dan gas di Senayan menyebutkan, salah satu asumsi yang diajukan pemerintah melalui Kementrian ESDM ialah penetapan lifting minyak secara nasional.

‘’Yang jelas, kalau lifting disetujui dan terjadi penurunan produksi minyak, akan berdampak pada daerah seperti penerimaan DBH, harapan kita diakhir tahun bisa dilakukan peningkatan produksi,’’ kata Andi Rahman.

Namun Andi Rahman menyebutkan saat ini soal pembahasan lifting ini belum final di Komisi VII dan setiap saat perubahan bisa saja terjadi. Apakah nanti disetujui lifting minyak dengan tingkat penurunan produksi dari 950.000 barel/hari menjadi 930.000 barel/hari secara nasional atau tidak, masih belum bisa disimpulkan.

‘’Nanti kita juga lihat bagaimana keputusan mengenai kenaikan harga BBM, karena akan banyak pengaruhnya, termasuk untuk PLN,” kata Andi.

Dalam Raker ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga mengusulkan 7 asumsi terkait rencana RAPBN-P Tahun 2012 dengan sub-sektor minyak dan gas bumi. Di antaranya harga rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 105 dolar AS per barel, lifting minyak bumi sebesar 930 barrel oil per day (BOPD), subsidi LPG 3 kg sebesar 3,61 juta ton.

Kemudian subsidi bahan bakar nabati untuk biodisel sebesar Rp3.000 per liter dan bioetanol Rp3.500 per liter, alpha BBM Rp641,94 per liter dan volume BBM plus BBN 40 juta kiloliter dengan asumsi premium dan bioetanol 24,41 juta kiloliter, kerosen 1,7 juta kilo liter, solar dan biodisel 13,89 juta kilo liter. Sementara untuk subsidi LGV sebesar Rp1.500 per liter.

Indonesia Goncang

Di bagian lain, melonjaknya harga minyak dunia dipastikan akan membuat beban APBN semakin berat. Karenanya, jika harga BBM di dalam negeri tidak dinaikkan maka justru memicu keguncangan.

Staf Khusus Presiden Bidang Publikasi, Yani Basuki menyatakan, negara bisa goncang jika kalau harga BBM tidak dinaikkan. Pasalnya, akan banyak pos anggaran yang terpotong karena dilarikan untuk menutup subsidi BBM yang terus membengkak.

‘’Pos pendidikan, kesehatan, bantuan rakyat miskin dan pembangunan infrastuktur akan tergerus, karena terlalu banyak anggaran yang dilarikan untuk subsidi. Itulah kenapa saya bilang negara akan goncang,’’ jelas Yani Basuki, usai menjadi narasumber di sebuah stasiun tv swasta di Jakarta, Selasa (13/3).

Yani menambahkan, rakyat pasti akan berteriak lebih lantang jika anggaran pendidikan, kesehatan dan pos-pos bantuan dikurangi.

‘’Sekarang saja, anggaran pendidikan, kesehatan dan lain-lain sudah dinaikkan, tapi rakyat masih berteriak. Yang pendidikan mahal lah, biaya kesehatan mahal lah. Bagaimana jadinya kalau pos anggaran pendidikan, kesehatan dan yang lain dipotong? Rakyat pasti akan bergejolak,’’ tegasnya.(fat/yud/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook