Lahan Dieksekusi, Bebek Goreng Rata dengan Tanah

Kriminal | Jumat, 13 Desember 2013 - 10:39 WIB

PEKANBARU (RP) - Pengadilan Negeri Pekanbaru melaksanakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap lahan seluas 27 ribu M2 di Jalan Sudirman, RT 1/RW 2, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru atau di samping Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Riau, Kamis (12/12).

Ratusan personel dari kepolisian dan Satpol PP dikerahkan untuk mengamankan eksekusi yang sempat mendapat perlawanan dari massa.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Massa menolak eksekusi lahan yang di atasnya berdiri Restoren Bebek Goreng dan belasan rumah warga tersebut. Aparat keamanan sempat mengamankan enam orang dan puluhan jenis senjata tajam.

Eksekusi atas lahan ini dilakukan setelah pihak penggugat, Arbain memenangkan gugatan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru atas tergugat ahli waris almarhum Macmud.

‘’Berdasar keputusan pihak MA, Arbain selaku pemilik sah lahan seluas 27.236 meter persegi (M2) ini,’’ ujar juru sita Hendri Rusbianto SH kepada wartawan.

Pantauan Riau Pos, eksekusi sudah dilakukan sejak pagi hari. Aparat kepolisian dari Polresta Pekanbaru dibantu Brimob Polda Riau diturunkan untuk mengamankan jalannya eksekusi.

Satuan lalu-lintas tampak melakukan pengaturan di Jalan Sudirman yang macet. Sementara Shabara Polresta dan Brimob Polda Riau memakai peralatan lengkap dengan membawa pentungan dan tameng. Keseluruhan, total 700 orang polisi disiagakan.

Eksekusi pertama dilakukan terhadap Restoran Bebek Goreng yang berada tepat di Jalan Sudirman. Lima alat berat eskavator diturunkan.

Saat alat berat akan bekerja, massa yang kontra dengan eksekusi sempat melakukan penghadangan. Massa yang mempersenjatai diri dengan berbagai senjata tajam seperti parang, belati, sangkur, dan celurit bahkan bambu runcing ini menolak dilakukannya eksekusi. Senjata tajam itu sendiri kemudian diamankan aparat yang berjaga di sana. Bahkan enam orang sempat diamankan pula.

Tak perlu waktu lama, restoran ini rata. Setelahnya, dua dari lima eskavator lalu digeser ke arah belakang, ke Jalan Kereta Api Ujung yang juga masuk ke dalam areal eksekusi. Sementara areal Bebek Goreng langsung dipasangi pagar seng.

Saat eskavator akan menyeberangi parit yang membatasi lahan di depan dan di belakang, warga yang masih memprotes kembali sempat berupaya menghalangi eskavator dengan berdiri di depan rodanya. Sejurus kemudian, mereka dibawa oleh polisi.

Meski begitu, beberapa warga yang berada di sana masih menunjukkan protesnya. Teriakan bahwa eksekusi melanggar hukum hingga mempertanyakan nurani pihak berwenang yang mereka tuding berpihak pada pengeksekusi lantang terdengar.

‘’Pak Polisi, jangan dieksekusi dulu. Ini tidak sesuai dengan peraturan. Ini tidak manusiawi,’’ teriak salah seorang warga yang menolak melalui pengeras suara.

Siang sekitar pukul 13.00 WIB, rumah yang berada di ujung areal eksekusi. Pemilik rumah sempat berdebat dengan pengukur dari BPN Pekanbaru dan juru sita PN Pekanbaru. Ini bermula dari pengukuran yang akan dilakukan. Warga menganggap BPN tak tahu batas yang akan diukur.

Ditambah lagi, warga protes karena patok di lapangan tidak ada.  ‘’Tanah orangtua saya tidak termasuk dalam putusan. Jadi jangan diukur,’’ ujar warga ini bersitegang.

Setelah berdiskusi sebentar, meski warga ini terus protes, pengukuran akhirnya tetap dilakukan. Juru sita bersikukuh bahwa perintah Ketua PN Pekanbaru untuk mengukur seluruh areal.

Selanjutnya, eksekusi sendiri tetap terus berlanjut meski dengan penolakan-penolakan tersebut.

Pada rumah berikutnya yang dieksekusi, tampak rumah ini sebelumnya merupakan usaha penyewaan alat pernikahan.

Berbagai isi rumah dikeluarkan oleh Satpol PP bersama polisi.

Beberapa baju pengantin dan lemari disusun di halaman rumah. Dua eskavator yang digerakkan, membongkar rumah hingga habis dan hanya menyisakan puing.

Lurah Tangkerang Tengah, Muhammad Amin kepada Riau Pos mengatakan, hingga sekitar pukul 15.00 WIB, masih ada sekitar 14 rumah yang akan dieksekusi. ‘’Ada 14 rumah lagi,’’ ujarnya.

Ia menjelaskan, dari informasi yang ia terima, keberatan warga atas eksekusi itu terjadi karena mereka merasa tidak diberi kesempatan. ‘’Batas-batasnya yang mau dieksekusi belum tahu. Warga merasa tak ada musyawarah dulu sebelum eksekusi,’’ ujarnya.

Terkait eksekusi ini, pihak kuasa hukum Arbain, Jonas Modok SH kepada wartawan mengatakan, sidang atas gugatan mereka awalnya pada 1996 lalu di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Ini dilanjutkan dengan peninjauan kembali (PK) pada 2004.

‘’Putusan Arbain menang,’’ ujarnya.

Eksekusi, lanjutnya, sempat beberapa kali akan dilakukan namun gagal.

‘’Tahun 2006 eksekusi gagal, 2011 gagal, 2012 juga gagal. Tahun ini baru bisa terlaksana. Pihak mereka selama ini tak dapat memperlihatkan bukti kepemilikan berupa sertifikat. Saat kita mintakan, mereka tak bisa menunjukan sertifikatnya,’’ ujarnya.

Tergugat Sebut Melanggar Hukum dan HAM

Pihak tergugat yang dieksekusi, keluarga almarhum Abdul Kadir dan almarhum Machmud melalui kuasa hukumnya, Poniman SH berang atas eksekusi yang dilakukan. Pihaknya menilai ini merupakan bentuk pelanggaran HAM dan hukum.

‘’Prosedur eksekusi tidak sesuai dengan aturan hukum. Harusnya dilakukan terlebih dahulu anmaning, artinya bagi pihak-pihak yang akan dieksekusi secara sukarela melakukan eksekusi itu. Itu suratnya mana? Pernah atau tidak diterima pihak yang akan dieksekusi,’’ ujarnya pada Riau Pos di lokasi eksekusi.

Ia memaparkan, secara aturan sejak surat eksekusi diberikan, 14 hari baru dilakukan eksekusi.

‘’Surat tidak ada, waktunya tidak jelas. Patokan batas tidak jelas. Tahun 2011 sudah ada kesepakatan antara BPN dan instansi terkait dengan ahli waris, sepakat tolong hadirkan temuan eksekusi,’’ katanya.

Poniman melanjutkan, dalam putusan pengadilan No 22/1994 yang putusnya tahun 1995, tidak ada disebutkan penyitaan, yang ada hanya pengosongan.

Dua hari sebelum dilakukan eksekusi, pihaknya sudah membuat bantahan eksekusi, namun tak ditanggapi.

‘’Akan kita gugat kembali, baik itu BPN, pengadilan maupun polisi. Paling tidak nilai kerugian yang dialami warga itu Rp6 juta/meter, sesuai dengan harga tanah,’’ ucapnya.

Ia menilai, ada politisasi dalam eksekusi bahwa lokasi itu kabarnya akan dibangun hotel. ‘’Akan dibangun hotel. Kalau mau eksekusi, lahan Kantor Disbudpar kena 14 meter, kenapa tidak diesekusi,’’ ujarnya heran.

6 Orang Diamankan

Enam orang yang diduga menghalang-halangi proses eksekusi pihak kepolisian Polresta Pekanbaru. Selain itu, turut disita puluhan senjata tajam serta bambu runcing di sekitar lokasi yang akan dieksekusi.

‘’Enam orang tersebut saat ini masih dinyatakan sebagai terperiksa. Jika nantinya terbukti melakukan tindak pidana, maka akan ditahan. Namun jika sebaliknya, maka akan dibebaskan kembali,’’ kata Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol R Adang Ginanjar melalui Wakapolres AKBP Sugeng Putut Wicaksono.(ali/*5)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook