KPK Periksa Ketua MK 5 Jam

Kriminal | Jumat, 13 Desember 2013 - 09:26 WIB

JAKARTA (RP) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pendalaman terhadap kasus suap sengketa Pemilukada Lebak dan Gunung Mas.

Salah satunya, dengan memeriksa Hamdan Zoelva, hakim konstitusi yang kini menjadi ketua menggantikan Akil Mochtar, Kamis (12/12).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hamdan berada di dalam gedung KPK sekitar lima jam. Namun, usai diperiksa Hamdan mengelak memberikan keterangan.

Menurut Jubir KPK Johan Budi SP, Hamdan diperiksa karena pihaknya menemukan dugaan pelanggaran dalam penyelesaian sengketa Pilkada lainnya.

Tidak hanya Gunung Mas, Kalimantan dan Lebak, Banten yang menjadi awal mula tertangkapnya Akil Mochtar. ‘’Ada yang lainnya juga, tapi masih didalami di mananya,’’ katanya.

Johan mengaku tidak tahu materi pertanyaan yang disampaikan, namun ia memastikan kalau Hamdan diperiksa karena dianggap tahu, pernah mendengar, pernah melihat, atau menjadi ahli. Ia juga tidak tahu pasti apakah KPK menelusuri penerima suap dan pemberi lainnya dari Hamdan.

Sementara itu, usai memenuhi panggilan KPK, Hamdan Zoelva mengadakan konferensi pers bersama tujuh hakim konstitusi lainnya. Hamdan enggan menjelaskan secara rinci perihal keterangan yang ia berikan ke penyidik KPK.

‘’Saya ditanya soal proses pembahasan dan pengambilan putusan dalam perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi,’’ tuturnya di gedung MK kemarin.  

‘’Secara spesifik ada pertanyaan-pertanyaan mengenai kasus (Pilkada, red) Lebak, itu saja,’’ lanjutnya. Hamdan enggan mengungkapkan lebih jauh perihal pemeriksaannya.

Hamdan menuturkan, dalam pemeriksaan kali ini pihaknya memberi kelonggaran khusus bagi KPK.

Ia datang memenuhi panggilan sebagai saksi untuk kasus Akil Mochtar tanpa persetujuan Presiden dan perintah Jaksa Agung.

Keterlibatan kedua pihak itu telah diatur dalam UU Nomor: 24 Tahun 2013 tentang MK yang diubah dengan UU Nomor: 8/2011. Dalam pasal 6 (3) disebutkan, Hakim Konstitusi hanya dapat dikenai tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.  

Kecuali, jika sang hakim tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau menjadi tersangka kasus pidana khusus, kejahatan keamanan negara, dan pidana yang diancam hukuman mati. Pasal tersebut berlaku juga terhadap KPK, karena yang dilakukan termasuk tindakan kepolisian.

Namun, dengan alasan mempercepat penanganan kasus oleh KPK, pihaknya mengadakan rapat permusyawaratan hakim untuk memberi kelonggaran.

Hasilnya rapat pleno mengizinkan Hamdan, Maria Farida, dan Anwar Usman untuk memberikan keterangan kepada KPK. ‘’(Tujuannya, red) Untuk segera memulihkan wibawa MK,’’ tuturnya.

Ia menegaskan, kelonggaran tersebut hanya diberikan kali ini saja. Untuk selanjutnya, pihaknya akan mengikuti aturan yang dijelaskan UU.  

Tentu saja, ancaman tidak memenuhi panggilan KPK tanpa izin Presiden itu tidak sesuai dengan anjuran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seperti diberitakan sebelumnya, Oktober lalu Presiden sudah menegaskan kalau KPK bisa memanggil siapapun di negeri ini tanpa izinnya.

‘’Memang dulu pernah ketika polisi atau kejaksaan ingin memanggil atau memeriksa pejabat negara, apakah itu pejabat pemerintahan misalnya menteri, gubernur, wali kota itu memang harus izin presiden. Sekarang itu pun tidak diperlukan,’’ katanya saat itu.

Di sisi lain, panitia seleksi Dewan Etik MK telah memilih tiga orang yang akan menjadi anggota dewan etik MK. Mereka adalah Abdul Mufti Fajar sebagai mantan hakim MK; Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof Muchammad Zaidun yang mewakili akademisi; dan Katib ‘Am Syuriah PBNU KH Malik Madani yang mewakili tokoh masyarakat.

Dalam waktu dekat ketiganya bakal bertemu dengan para hakim konstitusi untuk diresmikan keberadaannya.

‘’Dewan etik akan mulai bertugas pada Januari 2014,’’ tambahnya. Dewan etik permanen itu dibentuk sebagai imbas penangkapan terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Ekspos Batal, KPK Gantung Status Atut-Airin

Sementara rencana forum ekspose yang digelar oleh petinggi KPK untuk menentukan nasib Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Kamis (12/12) batal dilakukan.

Kemungkinan besar, pembahasan apakah sudah cukup bukti untuk menetapkan Atut atau Airin menjadi tersangka baru dilakukan, Jumat ini (13/12).

Tidak diketahui pasti apa yang membuat forum ekspose tersebut urung dilakukan. Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan, kalau kemarin memang belum ada ekspose apapun.

Termasuk, soal peran Atut dan Airin di dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten. ‘’Belum ada ekspose, kemungkinan besok (hari ini, red),’’ kata Johan.

Ia mengaku tidak tahu soal materi dalam ekspose tersebut. Yang pasti, sebelumnya Abraham Samad mengatakan bakal menggelar ekspose pada Kamis, atau Jumat pekan ini.

Menurut Samad, melalui forum itulah yang bisa menemukan apakah Atut dan Airin bisa ditetapkan menjadi tersangka.

Seperti diketahui, Atut dan Airin mempunyai hubungan dengan tersangka Tubagus Chaeri Wardhana atau yang akrab disapa Wawan.

Dia adalah adik Atut dan juga suami dari Airin, diduga kedua pemimpin daerah itu tahu, atau terlibat dalam pengurusan sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi.

Wawan  ditangkap KPK usai mengamankan pengacara Susi Tur Andhayani. Saat ditangkap, ada uang Rp1 miliar yang diduga akan diberikan kepada Akil Mochtar.

Bisa jadi, KPK batal melakukan ekspose karena kemarin menerima Kapolri Jendral Sutarman datang bersama  Kabareskrim Suhardi Alius dan lainnya.(dim/byu/agm/fia)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook