JAKARTA (RP) - Kabar gembira bagi industri semen dan properti. Semen, yang awalnya sempat disebut bakal masuk daftar perluasan objek/barang kena cukai, sepertinya bakal terbebas dari pengenaan pita cukai.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyiratkan bahwa komoditas semen tidak masuk dalam daftar barang kena cukai yang kini tengah di-godhog di BKF. "Semen kan masih diperlukan untuk pembangunan infrastruktur, perumahan, dan lain-lain," ujarnya kepada Jawa Pos.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, semen masuk dalam daftar 13 barang yang dikabarkan bakal menjadi objek esktensifikasi cukai. Alasannya, karena produksi semen berdampak pada lingkungan.
Beberapa komoditas lain yang kabarnya masuk dalam pembahasan ekstensifikasi cukai adalah mobil mewah, ban, minuman soda, sabun, deterjen, air mineral, sodium siklamat dan sakarin, gas alam, metanol, kayu lapis, bahan bakar minyak (BBM), hingga baterai kering termasuk aki.
Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sebuah komoditas bisa masuk daftar ekstensifikasi cukai jika memiliki sifat atau karakteristik seperti konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Bambang mengakui, komoditas semen masuk dalam kriteria memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Namun demikian, kebutuhan atas semen dengan harga terjangkau lebih mendesak saat ini.
"Beda dong, misalnya dengan rokok yang memiliki dampak buruk tapi tidak menjadi kebutuhan mendesak," katanya.
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan, pembahasan terkait komoditas apa saja yang bakal masuk dalam ekstensifikasi cukai sepenuhnya menjadi kewenangan BKF. "Kami sebagai eksekutor saja. Apa yang nanti diputuskan, kami akan jalankan," ujarnya.
Agung menambahkan, target penerimaan cukai yang dipatok dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 89,0 triliun dihitung berdasar asumsi adanya kenaikan cukai rokok sekitar 7-10 persen dan ekstensifikasi cukai. "Jadi, kalau nanti tidak disetujui DPR, maka target cukai kemungkinan akan direvisi," katanya. (owi/jpnn)