Lagi, Riau Minta Pusat Berikan DBH Sawit

Kriminal | Senin, 13 Agustus 2012 - 10:18 WIB

Laporan Desriandi Candra, Pekanbaru desriandicandra@riaupos.com

Provinsi Riau bersama-sama dengan 19 provinsi penghasil perkebunan kelapa sawit lainnya di Indonesia, komit meminta pemerintah pusat untuk meberikan Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit yang proporsional.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Komitmen ini dipegang Riau sejak 2006 lalu berdasarkan naskah kesepakatan bersama 19 gubernur di Indonesia yang memiliki areal perkebunan besar tentang bagi hasil perkebunan, di Mataram, 23 Mei 2006.

Semua provinsi penghasil sepakat untuk merubah paradigma lama, yakni pusat memperoleh porsi lebih besar agar bisa lebih mampu membantu daerah, menjadi paradigma baru, daerah memperoleh porsi lebih besar agar pusat tidak repot membantu daerah.

Hal ini dikatakan Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Riau Drs H Zulher MS didampingi Darma Yulis SP MSi, Sabtu (11/8) di Pekanbaru.

Menurutnya, rumusan strategi pendekatan kepada pemerintah pusat yang lebih efektif,telah dilakukan dengan langkah-langkah antara lain, masing-masing gubernur mengusulkan kepada Menteri Keuangan RI dan Menteri Dalam Negeri RI, masing Pemprov melakukan pertemuan informal dengan DPD RI dan DPR RI, melakukan kajian secara akademis terhadap divestasi PTPN/BUMN (BUMD dapat berperan dalam BUMN), CSR perusahaan besar menjadi lebih besar atau minimal 10 persen.

Selanjutnya, pengaturan kembali PPh 21 dan PPh 25, dan mengajukan Perpu (Peraturan Pengganti Undan-undang).Subsektor Perkebunan sebagai salah satu bidang sumber daya alam (SDA).

”Karena itu, pengusulan DBH Sawit sudah layak. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan berkurangnya keanekaragaman tanaman (biodiversity) dan hasil hutan karena perkebunan bersifat monokultur,” sebut Zulher.

Menurutnya, deforestrasi/kerusakan hutan dan lingkungan yang tidak lagi mengarah pada ekosistem semestinya.

Berkurangnya alternatif pendapatan penduduk, karena perkebunan dan HTI merupakan hamparan luas dan dimiliki perusahaan-perusahaan besar.

Berkurangnya tempat hidup (habitat) hewan-hewan liar. Kerusakan infrastruktur (jalan dan jembatan) yang digunakan untuk keperluan transportasi produk perkebunan.

Migrasi masuk dalam jumlah yang besar dengan tingkat kualitas pendidikan yang relatif rendah, dan menimbulkan persoalan-persoalan sosial baru bagi daerah.

Perkebunan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti halnya kehutanan dan perikanan (yang sudah masuk DBH SDA dalam UU No. 33 Tahun 2004).

“Setelah Idul Fitri ini akan dilakukan pertemuan lanjutan provinsi penghasil perkebunan kelapa sawit. Dan kita siap kalau ditunjuk sebagai tuan rumah,” ujarnya.(ade)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook