JAKARTA (RP) - Pemerintah saat ini menyelidiki penyebab defisit neraca perdagangan yang terjadi pada periode April 2012.
Salah satu hipotesis yang dinilai sebagai faktor defisit neraca perdagangan adalah tren kegiatan importasi, khususnya barang modal, yang meningkat cukup signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada April mencapai 15,98 miliar dolar AS, atau turun 7,36 persen jika dibandingkan dengan Maret 2012.
Jika dikomparasikan dengan periode yang sama tahun lalu, kinerja ekspor juga jeblok 3,46 persen.
Sebaliknya, impor pada kalender April membukukan performa peningkatan sebesar 16,62 miliar dolar AS, atau naik 1,82 miliar dolar AS, jika dibandingkan dengan Maret.
Sementara secara year-on-year (YOY), arus barang masuk dari pasar dunia ini meningkat 11,65 persen.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi memaparkan, saat ini pihaknya melihat perubahan perilaku dari industri yang lebih banyak importasi bahan baku dan barang modal.
‘’Sebelum akhir tahun, kami akan melihat perubahan perilakunya. Tentunya peningkatan impor itu terjadi tidak hanya lantaran kondisi global, tapi juga mungkin upaya industri untuk memperbesar stok karena pelemahan rupiah,’’ ungkap Bayu, Sabtu (9/6).
Di satu sisi, Bayu mengatakan bahwa peningkatan importasi bahan baku dan barang modal itu bisa dilihat dari sudut pandang tumbuhnya industri di dalam negeri.
Dia menjelaskan, pada kuartal pertama 2012, tren impor bahan modal menyentuh angka 30 persen. Berbanding lurus, juga terjadi pertumbuhan kredit investasi dan penanaman modal asing masing-masing sebesar 30 persen.
Dia mengatakan, pihaknya tengah menunggu waktu apakah peningkatan impor bahan baku dan barang modal tersebut akan dikompensasi dengan peningkatan ekspor pada periode tertentu.
‘’Industri tumbuh dan berkembang itu menyerap impor lebih banyak. Ini yang harus dicermati,’’ tuturnya.
Dia memproyeksikan, tren defisit neraca perdagangan tersebut tak akan berlangsung dalam tenor yang cukup lama. Bayu mencontohkan, Indonesia telah mencatat beberapa kali defisit neraca perdagangan.
Yakni, pertama pada April 2008 bahwa Indonesia defisit 750 juta dolar AS. Satu bulan berikutnya, pada Mei 2008, Indonesia telah surplus kembali di angka 1,2 miliar dolar AS.
Begitu pula pada Juli 2010, Indonesia defisit 139 juta dolar AS. Sedangkan pada Agustus 2010, angkanya meningkat kembali hingga surplus 1,6 miliar dolar AS.
Sementara itu, ekonom Aviliani mengatakan, dilihat dari kinerja ekspor impor, importasi bahan baku Indonesia masih tercatat 70 persen.
Ini berarti manufaktur di dalam negeri masih bergantung kepada impor bahan baku. Meski demikian, posisi tersebut tak didukung dengan komoditas ekspor yang telah dihilirisasi.
‘’Komoditas ekspor kita 65 persen adalah bahan baku. Jadi sebenarnya tugas industri adalah bagaimana industri hulu di-mapping dengan industri hilir. Dengan itu, ketemu antara hulu dan hilir serta nilai tambah itu tercipta dari dalam negeri sendiri,’’ jelasnya.(gal/c4/kim)