JAKARTA (RP) - Desakan agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak lagi menyidangkan perkara sengketa pemilukada, belum juga mereda. Kali ini desakan datang dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf.
Asep lebih setuju jika sengketa pemilukada diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).
"Saya setuju sengketa Pilkada diselesaikan oleh Mahkamah Agung yang nantinya dilaksanakan oleh pengadilan di daerah-daerah. Mahkamah Konstitusi sebaiknya tidak lagi menyelesaikan sengketa Pilkada karena pengalaman menunjukkan sengketa Pilkada rawan tindak korupsi," kata Asep Warlan Yusuf, di komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (10/12).
Dia juga mengkritisi model beracara di MK saat menyidang sengketa Pilkada. Menurut Asep, Majelis Hakim MK sesukanya meminta para pihak untuk membawa barang bukti Pilkada ke MK. Tapi dalam persidangan, majelis tidak memeriksa barang bukti tersebut.
Selain itu, Asep menceritakan pengalamannya saat dimintai jadi saksi ahli di MK untuk sebuah sengketa Pilkada. "Saya punya pengalaman, dalam sebuah sidang di MK, saya dimintai hadir jadi saksi. Tapi saya berhalangan untuk hadir. Namun dalam putusannya, menyebut saya hadir dan memberikan keterangan. Ini karena putusannya itu dibuat copy paste," ungkapnya.
Di sisi lain lanjutnya, putusan MK mengikat dan final. "Kejadian seperti ini ke mana harus dilaporkan?" tanya Asep.
Terakhir dia juga mengkritik prilaku Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD yang mengklaim hanya mereka saja yang paling kompeten bicara MK.
"Jimly malah pernah bilang ke saya bahwa saya tidak punya kompetensi bicara MK. Ini kan aneh juga," imbuh Asep Warlan Yusuf. (fas/jpnn)