PEKANBARU (RP)- Komisi Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kelautan (KP3K) Riau menggelar rapat dan silaturahmi dengan Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Riau, Rabu (8/8).
Rapat yang dipimpin Sekretaris Bakorluh Drs Zailani Arif Syah itu, salah satu komitmennya adalah mendorong Pemerintah Provinsi Riau untuk pro-petani.
Wakil Ketua KP3K Riau Ir H A Kadir Hamid mengharapkan komitmen untuk pro-petani Riau itu harus segera diwujudkan dalam bentuk program-program yang nyata. Salah satunya adalah subsidi atas harga pokok produksi petani.
‘’Negara-negara maju saja mensubsidi petaninya. Riau juga mampu mensubsidi petani. Karena itu, kalau pemerintah daerah ini punya political will pro-petani, maka subsidi untuk petani adalah keharusan,’’ kata Kadir Hamid.
Selain Wakil Ketua, dari KP3K hadir pula Sekretaris Ir H Muharnes dengan anggotanya H Zulmansyah Sekedang, Hadi Sugito SSos MM, Nazaruddin Chaniago, H Syafri dan Deviona SP MP.
Kadir Hamid mencontohkan, negara maju yang mensubsidi petaninya adalah Jepang yang mensubsidi 65 persen dari harga produksi, Amerika Serikat mensubsidi 24 persen, Uni Eropa mensubsidi sampai 49 persen.
‘’Bahkan di Korea Selatan, subsidi untuk petani mencapai 74 persen. Sehingga rakyatnya mau mengelola lahan-lahan pertanian dengan sungguh-sungguh,’’ kata Kadir Hamid yang pernah menjabat Kepala Kanwil Pertanian Riau.
Riau saat ini, lanjut Kadir Hamid, banyak petaninya yang sudah mengalih-fungsikan lahan tanamnya menjadi perkebunan kelapa
sawit. Itu akibat mereka merasa tidak sejahtera dengan menjadi petani. Alih fungsi lahan ini menjadi penyebab lahan pertanian di Riau semakin lama semakin sempit.
‘’Sekarang, untuk petani Riau yang ada namanya subsidi pupuk. Tapi di pelosok-pelosok, harga pupuk bersubsidi malah lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET). Makanya semakin banyak penduduk kita meninggalkan pertanian,’’ katanya.
Contoh Cina
Sisi lain, Deviona SP MP, anggota KP3K Riau lainnya menceritak succes story petani-petani di Changsha, Hunan, Cina. Katanya, di Changsha Cina itu, sekali panen per hektarenya, petani menghasilkan 13 ton sampai 15 ton padi.
‘’Bandingkan di Riau, yang lahannya hanya bisa menghasilkan sampai lima ton padi per hektare,’’ kata akademisi dari Universitas Riau ini.
Deviona mengaku bersyukur bisa melihat langsung dan belajar di Changsha Cina itu bersama dengan akademisi dari 12 negara berkembang.
‘’Riau bisa mencontoh Cina. Apalagi lahannya lebih subur di Riau. Mungkin yang beda soal bibit padi hybrid dan teknologinya. Tapi kalau petani Riau mendapat penyuluhan yang benar dan ada bantuan serta perhatian dari pemerintah daerah, petani di Riau juga bisa seperti petani di Cina itu,’’ ungkap Deviona optimis.(wws)