KPK Sita Harrier Anas

Kriminal | Selasa, 09 Juli 2013 - 09:29 WIB

JAKARTA (RP) - Diam-diam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyitaan terhadap mobil Toyota Harrier milik Anas Urbaningrum.

Penyitaan itu terkait dugaan penerimaan hadiah atas proyek Hambalang. Mobil tersebut bermasalah karena diterima Anas saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrat (PD).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan, Harrier tersebut saat ini dititipkan pada seseorang. Mobil tersebut tidak dibawa ke KPK seperti kendaraan sita lainnya karena sudah berpindah tangan.

 “Mobil sudah beralih kepemilikan sebelum kasus memasuki penyidikan,” ujarnya di gedung KPK Senin (8/7).

Johan tidak menjelaskan dengan rinci siapa pemilik baru dari mobil itu. Dia hanya memastikan kalau jual beli antara Anas dan seseorang itu sudah terjalin. Meski demikian, karena Harrier itu merupakan barang bukti, pemilik baru tidak diperkenankan untuk menjual kembali.

Saat disinggung kapan penyitaan itu dilakukan, Johan mengaku belum mendapat info. Jawaban yang sama juga muncul saat ditanya dimana STNK dan BPKB mobil tersebut. Mobil itu, lanjutnya, menjadi bukti adanya dugaan gratifikasi.

“Yang jelas, mobil sudah disita dan tidak boleh diperjualbelikan lagi,” katanya.

Belum tahu pasti, apakah penjualan mobil itu dilakukan sebagai langkah antisipasi Anas menghadapi kasus Hambalang. Seperti diketahui, jauh sebelum statusnya menjadi tersangka, nama Anas kerap disebut terlibat dalam mega proyek di bukit Hambalang. Sebelum di jual, mobil tersebut juga kerap digunakan harian.

Johan Budi tidak mau berspekulasi tentang itu. Dia hanya mengatakan kalau mobil tersebut sudah dijual sebelum status Anas menjadi tersangka.

Disamping itu, penyitaan juga bukan berarti lembaga antirasuah tersebut akan menjerat Anas dengan pasal pencucian uang. “Belum ada kaitan dengan pencucian uang,” tuturnya.

Seperti diberitakan, Toyota Harrier diduga dibelikan oleh mantan Bendahara Umum PD, M. Nazaruddin. Mobil tersebut dibeli sekitar September 2009 di dealer Pecenongan, Jakarta Pusat. Kabarnya, mobil yang lantas mendapat Nopol B 15 AUD itu dibeli dengan harga Rp670 juta.

Selain soal mobil, Johan juga mengatakan kalau KPK sedianya memeriksa seseorang bernama Puji. Dia berasal dari iven organizer (EO) PT Bandung Excellent.

Namun, pemeriksaan batal dilakukan karena yang bersangkutan tidak bisa memenuhi panggilan penyidik. “Pemeriksaan dijadwalkan ulang,” katanya.

Berdasar informasi yang dihimpun, EO tersebut merupakan pihak yang melakukan booking ruangan untuk kongres PD 2010. Sebelum ini, KPK secara intensif memeriksa pegawai dari Hotel Aston Tropicana Bandung yang menjadi tempat digelarnya kongres.

Eksepsi LHI Dinilai KPK Bentuk Curhat

Sementara itu, Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) dan sahabat karibnya Ahmad Fathanah kembali duduk dipersidangan. Keduanya mendengarkan jaksa yang membacakan tanggapan atas nota keberatan (eksepsi), Senin (8/7). Jaksa menilai eksepsi LHI hanya sebagai curhatan kuasa hukumnya.

Jaksa Muhibbudin mengatakan tidak benar jika KPK mencari sensasi dari kasus tersebut. Menurut jaksa jika kasus LHI menarik perhatian media itu karena sosoknya sebagai anggota DPR RI dan Presiden PKS.

 “Jadi terdakwa yang menjadi penyelenggara negara memang menjadi perhatian publik,” jelasnya.

Oleh karena itu, jaksa menilai eksepsi itu hanya bentuk curhat untuk memuaskan perasaan serta menutupi kesalahannya dengan cara mencari-cari kesalahan pihak lain. Menurut Muhibbudin yang dilakukan KPK dalam kasus ini hanya menjalankan UU 14 / 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, badan public wajib memberikan informasi baik ke media cetak maupun elektronik,” jelasnya.

Selain itu jaksa mempertanyakan kenapa kuasa hukum tidak melakukan praperadilan ketika ada yang dirasa janggal saat proses penyidikan berlangsung. Seperti yang diberitakan dalam eksepsinya, LHI mempermasalahkan mengenai proses penyitaan aset yang dinilai ceroboh.

Sementara itu, penyidikan kasus suap pengaturan kuota daging impor ini sendiri masih terus didalami KPK. Kemarin, KPK kembali memanggil Maharany Suciono. Dia diperiksa untuk tersangka Dirut PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman (MEL).

Sekedar mengingatkan Maharany merupakan perempuan yang tertangkap bersama Ahmad Fathanah saat keduanya kencan di kamar hotel Le Meridien. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan keterangan Rany-sapaan Maharany- diperlukan untuk tersangka MEL.

Ditanya apakah ada arah gratifikasi seks yang diberikan PT Indoguna Utama untuk Fathanah atau LHI? Johan mengaku belum bias memastikan. Johan mengatakan dalam persidangan LHI dan Fathanah nantinya diharapkan terdapat fakta-fakta baru yang bisa digunakan untuk mengembangkan kasus suap tersebut.(dim/kim/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook