MINAS (RP) - Guna mengetahui lebih detail mengenai proyek bioremediasi yang saat ini mencuat kepermukaan oleh Kejagung dengan tuduhan proyek tersebut fiktif, Selasa (8/5) manajemen CPI mengajak beberapa media massa besar di Riau dan Jakarta untuk melihat langsung tahapan-tahapan proyek bioremediasi tersebut.
Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah di Minas, lokasi pengolahan COCS-SBF (fasilitas pengolahan bioremediasi).
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, wartawan didampingi Wahyu Budiarto, GM Sumatera Light North dan Indra Mulyabudiwan, Chief Counsel Operations and Land CPI. Sedangkan tim ahli (pakar bioremediasi) Prof M Udiharto dari Lembaga Migas (Lemigas).
Di lokasi proyek terlihat tiga bagian. Di mana bagian pertama merupakan tempat tanah yang tercemar limbah minyak mentah yang diangkut dari lokasi proyek pengeboran atau tanah yang tercecer minyak mentah.
Tanah-tanah ini ditumpukkan menunggu proses bioremediasi dilakukan (ex-situ). Lokasi ini dinamakan stock field.
Hanya berjarak sekitar 7-10 meter, terdapat tanah yang mulai diolah dengan menggunakan alat berat yang berfungsi membajak dan membalik-balikkan tanah agar oksigen masuk ke dalam tanah sehingga proses bioremediasi bisa cepat terlaksana.
‘’Di bagian kedua ini, pengerjaan hanya memakan waktu 2-3 bulan dan setiap proses dilakukan pengujian. Proyek bioremediasi ini menggunakan mikroorganisme yang ada di tanah berfungsi menguraikan minyak mentah hingga tanah bisa kembali selamat,’’ ujar Wahyu Budiarto.
Untuk mempercepat proses bioremediasi, ditambahkan zat makanan untuk membuat mikroba tumbuh berupa pupuk yang umum digunakan di taman dan lahan kebun seperti dolomit.
Dan bila kondisi tanah mulai mengering dilakukan penyiraman sehingga kelembaban tanah tetap terjaga untuk menjaga kelangsungan hidup mikroba.
Proyek Bioremediasi CPI di Sumatera merupakan bagian dari komitmen perusahaan dalam melindungi lingkungan di semua wilayah operasi Chevron di Indonesia. Sebelum proyek bioremediasi ini dilaksanakan, CPI telah melakukan studi laboratorium sejak tahun 1994 dan menjalankan pengujian skala lapangan sejak tahun 1997.
‘’Teknologi bioremediasi ex-situ merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk diterapkan dalam pengelolaan limbah di operasi Sumatera kami,’’ katanya.(hen/bud)