PENUHI PANGGILAN KPK SEBAGAI SAKSI

Presdir Chevron Ditanya Soal Rp 53 M Untuk PON

Kriminal | Selasa, 09 April 2013 - 09:42 WIB

Presdir Chevron Ditanya Soal Rp 53 M Untuk PON
HAMID BATUBARA

Riau Pos Online -.Komisi Pemberantasan Korupsi melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus PON Riau, kemarin. Saksi yang diperiksa adalah Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia Hamid Batubara. 

Selain Hamid, KPK juga memeriksa sopir bernama Hariyadi. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Riau Rusli Zaenal dalam kasus dugaan korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON), dan pengesahan bagan kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pemeriksaan Hamid merupakan penjadwalan ulang setelah pemanggilan pada Kamis (3/4), dia tak dapat memenuhi panggilan KPK dengan alasan sedang berpergian ke luar negeri. Kemarin, Hamid tiba di Gedung KPK pukul 10.20 pagi. Mengenakan batik biru lengan panjang, Hamid tampak tenang.

Disinggung tentang perusahaannya yang juga ikut membangun venue lapangan tembak, Hamid enggan berkomentar. “Nanti dulu ya,” kata Hamid sambil bergegas masuk Gedung KPK.

Hamid diperiksa selama 8 jam. Ia keluar Gedung KPK pukul 6.15 sore. Saat keluar, wajah Ha­mid terlihat lelah. Ditanya soal materi pemeriksaan, Hamid mengaku belum mengetahui persis apa yang menyeretnya, sehingga diperiksa sebagai saksi kasus PON.

Meski begitu, untuk membantu KPK memperjelas kasus PON, dirinya siap memberikan ketera­ngan. “Kami siap untuk kerja sama terus dengan KPK dalam hal ini,” kata Hamid.

Terkait lapangan tembak yang sudah dibangun pihaknya, meski akhirnya tidak digunakan, Hamid menjelaskan, dalam membantu penyelengaraan PON di Riau, dia sudah mengikuti aturan main yang ada. Sebagai masyarakat Riau, pihaknya ingin berkontribusi semaksimal mungkin atas perhelatan besar PON.

“Apa yang kami berikan ini sebagai bukti komitmen pada masyarakat Riau yang selama ini me­nunggu-nunggu event sebesar PON. Jadi, apapun yang kami berikan ini dalam kerangka itu,” paparnya.

Hamid menjelaskan, dalam perhelatan PON Riau, pihaknya membantu membangun Gedung Serbaguna di Rumbai, Media Center di Pekanbaru, venue tenis meja di Dumai, api pon di Minas dan marching band saat pembukaan PON.

Berapa total biaya yang dikeluarkan? Hamid tidak mau merincinya. Ia bergegas masuk mobil sedan hitam yang menunggunya. “Tanya ke Pak Yanto,” ucapnya. Yanto Sianipar adalah Wakil Presiden PT Chevron Indonesia yang saat itu menemaninya.

Di tempat yang sama, Yanto Sianipar menjelaskan bahwa total biaya yang digelontorkan PT Chevron untuk Pemrov Riau dalam membantu perhelatan PON adalah Rp 53 miliar.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka atas dugaan melakukan tiga per­buatan pidana. Rusli diduga memberikan hadiah sekaligus menerima hadiah terkait pemba­hasan revisi Perda PON Riau. Petinggi Partai Golkar ini, juga diduga melakukan penyalahgu­naan wewenang terkait pengesahan bagan kerja IUPHHK-HT di Riau.

Pada Kamis (4/4), KPK juga memeriksa Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Lak­sono sebagai saksi kasus PON Riau. Selain memeriksa Menko Kesra, KPK juga memeriksa dua saksi lain. Mereka adalah Kepala Biro Keuangan Pemprov Riau Hardi AK dan Kasubag Rumah Tangga Gubernur Said Faisal Muklis.

KPK memeriksa Agung karena dianggap tahu soal keterlibatan Rusli. Pada Juli 2012, Agung juga diperiksa KPK sebagai saksi bagi anak buah Rusli, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas, yang sudah divonis bersalah oleh Pegadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

Agung Laksono tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi. Mengenakan stelan safari berwarna gelap, Agung datang menggunakan mobil dinasnya, ditemani anggota Dewan Pimpinan Pusat Bidang Hukum Partai Golkar Rudi Alfonso. Setelah 1,5 jam diperiksa, Agung keluar Gedung KPK sekitar pukul 12 siang.

Di pelataran Gedung KPK, Agung menjelaskan soal posisi kementeriannya dalam persiapan per­helatan PON. Menurut Agung, pemeriksaannya tak jauh berbeda dengan pemeriksaannya yang pertama tahun lalu.

Disinggung apakah KPK juga menanyakan soal permintaan penambahan anggaran dana untuk PON yang diajukan Rusli Zainal, Agung mengaku tak ditanya hal tersebut. “Tidak disinggung, hanya konfirmasi soal itu, ini untuk tersangka Rusli ya,” ucap Agung.

Reka Ulang

Dari Kasus PON Hingga Pengelolaan Hutan

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka. Politisi Partai Golkar ini dijerat dua kasus dan tiga perbuatan sekaligus.

Tiga perbuatan tersebut yakni, pertama, Rusli diduga menerima suap terkait pembahasan Perda Nomor 6 tahun 2010 tentang PON XVIII Riau mengenai pembangunan lapangan tembak.

Kedua, Rusli diduga menyuap anggota DPRD Riau M Faisal Aswan dan M Dunir terkait pemba­hasan Perda PON Riau tahun 2012. Ketiga, Rusli diduga korupsi pada pemberian izin pengelo­laan hutan di Palalawan, Riau.

Dalam mengusut kasus tersebut, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dari lingkungan Pemrov dan DPRD Riau. Antara lain, Ketua Umum I KONI Riau Yuherman Yusuf dan anggota DPRD Riau Iwa Sirwani Bibra, Sekretaris Daerah Provinsi Riau Wan Syamsir Yus dan PNS Inspektorat Provinsi Riau Syamsurizal.

Selain pejabat di lingkungan Pemrov Riau, KPK juga memeriksa anggota DPR dan pejabat dari lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saksi yang diperiksa adalah anggota DPR Kahar Muzakir, Kepala Bagian Sekretariat Komisi X DPR Agus Salim, staf ahli anggota DPR Wihaji, Deputi IV Kemenpora Djoko Pekik Irianto, Sesmenpora Yuli Mumpuni Widarso dan Deputi V Bidang Budaya, Pariwisata dan Olahraga Sugihatanto dan Menkokesra Agung Laksono.

Pemeriksan Agung bukan yang pertama kali. Pada Juli 2012, Agung juga pernah diperiksa se­bagai saksi kasus PON Riau. Seusai diperiksa pada tahun lalu, Agung mengaku pernah meng­ikuti rapat dengan Rusli serta Menpora Andi Mallarangeng (sekarang mantan) yang membahas anggaran PON Riau.

Namun, Agung membantah bahwa Rusli melobi dirinya pada rapat itu untuk menambah ang­garan pembangunan fasilitas PON 2012. Menurut Agung, rapat yang berlangsung di kantornya itu hanya rapat koordinasi biasa. Rapat itu, katanya, hanya membahas masalah realisasi ang­garan PON yang berjalan lambat.

“Ini masalah realisasi anggaran, bukan penambahan anggaran,” kata Agung ketika itu.

Agung juga membantah pernah meminta Menteri Keuangan mencairkan dana hibah Rp 120 miliar untuk PON atas rekomendasi Menpora.

Terkait PON Riau, Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada Pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp 100 miliar. Adanya dana hibah dari Kemenpora ini, diakui Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Djoko Pekik seusai diperiksa KPK sebagai saksi beberapa waktu lalu.

KPK juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk di rumah dan ruang kerja Rusli Zainal di Pemrov Riau. KPK juga menggeledah ruang kerja anggota DPR dari Partai Golkar Setya Novanto dan Kahar Muzakir.

Rumah pribadi milik Rusli di Kembangan, Jakarta Barat pun tak luput dari penggeledahan KPK. KPK menyita sejumlah dokumen dari hasil penggeledahan yang dilakukan di tiga tempat ter­kait kasus tersebut. “Ada dokumen sebanyak tiga kardus yang kami sita,” kata Jubir KPK Johan Budi.

Kasus suap ini terungkap saat KPK menangkap tangan anggota DPRD Riau Faisal Aswan mene­rima Rp 900 juta dari pihak kontraktor dan Dispora atas disahkannya revisi Perda Nomor 6 tahun 2010 tentang penambahan anggaran venue lapangan tembak, dari anggaran awal Rp 64 miliar menjadi Rp 88 miliar, atau bertambah Rp24 miliar.

Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Taufan Andoso Yakin (PAN) divonis 4 tahun penjara di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Faisal Aswan (Partai Golkar) dan Muhammad Dunir (PKB) 4 tahun penjara.

Bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sementara itu, Eka Dharma Putra anggota staf Dinas Pemuda dan Olahra Riau, dan Rahmat Syahputra anggota staf kerjasama operasi tiga BUMN (PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Wijaya Karta), yang menjalankan perintah suap telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara.

Gali Motif Sumbangan Dari Chevron

Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah meminta KPK menelusuri dana Rp 53 miliar dari PT Chevron Indonesia untuk Pemrov Riau guna membantu penyelenggaraan PON.

Menurut dia, apakah dana tersebut sudah digunakan sesuai peruntukannya dan sesuai ketentuan, atau dana tersebut diselewengkan. Dengan menelusuri aliran dana tersebut, me­nurut Basarah, KPK bisa menemukan pihak-pihak lain yang diduga terlibat kasus tersebut.

“Dari penelusuran tersebut, sangat mungkin menyasar pihak-pihak lain yang diduga terlibat di luar pihak Gubernur Riau maupun oknum-oknum anggota DPRD Riau yang diduga ikut menerimanya,” kata Basarah, kemarin.

Politisi PDIP ini juga meminta KPK mengungkap, apakah motif PT Chevron menggelontorkan dana miliaran rupiah tersebut. Apakah pemberian dana tersebut sebagai upaya menyukseskan perhelatan PON, atau ada motif lain seperti untuk memperoleh izin tertentu.

“KPK harus mengungkap dan mencari motif dari bantuan dana tersebut,” tegasnya.

Basarah juga meminta KPK fokus mengusut kasus tersebut. Menurut dia, KPK jangan terlalu memaksakan diri untuk menggunakan pasal pencucian uang dalam kasus tersebut.

“Fokus dulu pada materi pokok korupsinya. Jangan seperti kehilangan fokus,” ujar dia.

Namun, kata Basarah, jika KPK sudah menemukan adanya unsur tindak pidana yang lain, baru dikembangkan ke pasal pencucian uang. Meski, kata dia, berkas pemeriksaan dan dakwaan korupsi tidak harus digabungkan dengan berkas pencucian uang.

“Penyidikan bisa saja dilakukan setelah korupsi primernya terbukti,” ucapnya.

Akan Makin Banyak Yang Terseret Kasus PON Riau

Oce Madril, Peneliti PUKAT UGM

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril memprediksi, akan semakin banyak pihak yang terseret kasus penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau.

Selain 14 orang yang sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersang­ka, dia menduga akan ada lagi pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Ke-14 tersangka saat ini, antara lain anggota DPRD Riau dan Gubernur Riau Rusli Zainal.

“Korupsi adalah pidana bersama-sama, tidak mungkin dilakukan sendirian. Ada pihak lain yang patut diduga terlibat. Eksekutif, yudikatif dan pengusaha,” ujarnya.

Sebab itu, ia berharap KPK bekerja ekstra serius dan amat profesional dalam menangani kasus tersebut. Oce berharap, KPK terus mengembangkan kasus tersebut.

Antara lain melakukan langkah cepat memeriksa Rusli Zainal. Ia berharap, dengan memeriksa Gubernur Riau, KPK bisa menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat kasus tersebut.

“Langkah pertama, segera panggil dan periksa tersangka RZ. Dari sana bisa ditelusuri dugaan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut,” ucap Oce.

Oce mengingatkan, kasus yang menyeret Rusli Zainal tidak hanya kasus PON. Tapi ada dugaan tindak pidana lain, antara lain penyalahgunaan wewenang terkait pengesahan bagan kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau.

Dengan melakukan pemeriksaan, menurutnya, KPK bisa menemukan dugaan pat gulipat antara pengusaha dengan Pemerintah Provinsi Riau untuk mendapatkan berbagai izin yang diperlukan.(rmol/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook