Komnas HAM Anggap Intervensi TNI di Kasus Cebongan

Kriminal | Minggu, 08 September 2013 - 07:16 WIB

Komnas HAM Anggap Intervensi TNI di Kasus Cebongan
Serda Ucok Tigor Simbolon, Anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan divonis 11 tahun penjara. Foto: JPNN

JAKARTA (RP) - Vonis antara enam sampai 11 tahun penjara bagi terdakwa utama kasus Cebongan dinilai Komnas HAM belum memenuhi rasa keadilan. Komnas HAM menuding sejak awal masa persidangan sudah penuh intervensi. Karenanya, kemarin Komnas HAM merekomendasikan Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut

    

Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta kemarin, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menyebut jika intervensi sudah tampak sejak awal sidang. Dimulai dari perangkat persidangan yang timpang dari segi kepangkatan. Majelis hakim maupun oditur dipimpin perwira berpangkat letkol, sedangkan penasehat hukum para terdakwa berpangkat lebih tinggi, yakni kolonel.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

    

Selain itu, pihaknya menyayangkan pengamanan persidangan yang longgar. "Saya lihat sendiri pengunjung sidang di depan saya membawa keris. Padahal ruang sidang harus steril dari benda berbahaya," ujarnya. Belum lagi hak untuk menyampaikan pendapat oleh Komnas HAM yang ditolak oleh majelis hakim.

    

Cukup banyak aturan sidang yang dilanggar. Seperti mendudukkan beberapa saksi sekaligus dalam sesi pemeriksaan saksi. Padahal, seharusnya saksi diperiksa satu per satu agar tidak saling mempengaruhi kesaksian. Permintaan agar saksi mengenakan cebo demi keamanan juga ditolak.

    

Hal-hal semacam itu cukup berpengaruh dalam sidang. Apalagi, tidak dilakukan rekonstruksi atas peristiwa berdarah yang menewaskan empat tahanan itu. Alhasil, meski menjerat terdakwa dengan pasal pembunuhan berencana, oditur hanya berani menuntut hukuman 12 tahun. Padahal, ancaman hukuman dalam pasal 340 KUHP adalah hukuman mati atau penjara sampai 20 tahun.

    

Siti mengatakan, pihaknya memang menolak hukuman mati. Namun, tidak seharusnya oditur menuntut hukuman jauh di bawah penjara maksimal. Karenanya, Komnas HAM merekomendasikan KY untuk memeriksa para hakim tersebut.

Cukup banyak pelanggaran yang dibuat akibat intervensi militer maupun para pendukung terdakwa. Padahal, pengadilan militer berada di dalam organisasi MA yang seharusnya tidak boleh diintervensi. "Keluarga para korban asal NTT pun diusir oleh pendukung para terdakwa saat hendak menghadiri sidang," lanjutnya.

    

Anggota Komnas HAM Manager Nasution menambahkan, majelis hakim lalai dalam menambahkan masa hukuman para terdakwa selaku aparatur negara. Dalam pasal 52 KUHP, aparatur negara yang menggunakan kekuasaan atau sarana yang diberikan kepadanya untuk melakukan kejahatan, maka masa hukumannya ditambah sepertiga. "Padahal, unsur pasal 340 KUHP sudah terpenuhi," ucapnya.

    

Meski meminta KY untuk memeriksa para hakim, Komnas HAM mengapresiasi keberanian mereka mengambil keputusan sedikit di bawah tuntutan oditur. Mengingat kentalnya nuansa intervensi, majelis hakim berani memutus Serda Ucok Tigor Simbolon dengan hukuman 11 tahun penjara. Berselisih satu tahun dibanding tuntutan oditur. (byu/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook