Suku Bunga Kredit Bank Satu Digit Sulit Dilakukan

Kriminal | Minggu, 08 Januari 2012 - 08:22 WIB

Suku Bunga Kredit Bank Satu Digit Sulit Dilakukan

SUKU bunga kredit bank satu digit atau delapan persen masih sulit dilakukan, jika pemerintah belum bisa menciptakan iklim investasi yang baik dengan memberikan kepastian usaha dan mengurangi pungutan-pungutan terhadap dunia usaha. 

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengungkapkan, untuk mewujudkan suku bunga kredit bank satu digit masih sulit dilakukan, selama birokrasi pemerintah tidak dibenahi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Masalah suku bunga kredit tidak semata kesalahan pada bank. Mereka melihat tingginya risiko sektor usaha di Indonesia, lantaran buruknya birokrasi sehingga bank memberikan suku bunga yang tinggi,” kata Enny di Jakarta.

Menurutnya, pemerintah mesti bisa memberikan birokrasi yang mendukung sektor usaha. Misalnya, adanya kepastian usaha dengan memberikan kemudahan, tanpa ada pungutan biaya tinggi.

“Kalau itu diberikan, bunga satu digit bisa diwujudkan. Dengan bunga itu penyerapan kredit akan besar sehingga rasio loan to deposit ratio (LDR) bank akan semakin tinggi,” tambah Enny.

Enny mengakui, suku bunga kredit perbankan nasional masih terbilang tinggi dibandingkan bank asing. Padahal, operasinya sama-sama di Indonesia.

“Seharusnya bank lokal bisa memberikan bunga rendah. Maka itu, pemerintah harus bisa men­ciptakan kepastian usaha, mengurangi cost bisnis dan menghilangkan regulasi yang dianggap menyulitkan dunia usaha,” pintanya.

Dengan birokrasi tersebut, imbuh Enny, maka bunga satu digit akan berdampak besar bagi per­tumbuhan sektor riil menjadi lebih cepat.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Revrisond Baswir se­pendapat, birokrasi harus mendukung sektor usaha. Menurutnya, dengan kondisi pasar inter­nasional yang sedang lesu, juga akan berdampak pada penurunan ekspor bahan pokok dan otomatis suku bunga kredit bisa diturunkan.

“Indikasi pasar internasional lesu terlihat penurunan harga berbagai sektor produksi, seperti harga sawit mulai turun, karet turun, kopi turun. Itu bisa menyebabkan permintaan kredit me­nurun,” kata Revrisond kepada Rakyat Merdeka.(jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook