Riau Pos Online-Dari Rp300 miliar dana APBN yang direncanakan dan diajukan untuk biaya pembangunan venue PON XVIII 2012 Riau yang diajukan ke DPR RI, enam persen di antaranya (Rp18 miliar) diminta sebagai komisi (jatah) oleh mantan Kadispora Riau Ir Lukman Abbas MT kepada perusahaan KSO yang membangun venue PON XVIII Riau.
Permintaan jatah enam persen (Rp18 miliar) dari Rp300 miliar ini oleh Ir Lukman Abbas diungkapkan mantan Manajer Operasional PT Adhi Karya Pekanbaru Dicki Eldianto di depan sidang Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang dipimpin hakim ketua Isnurul SH, Kamis pagi kemarin (6/12).
Menurut Dicki Eldianto di depan sidang, jatah yang diminta Lukman Abbas ini kepadanya juga untuk menggolkan permintaan dana APBN Rp300 miliar itu di mana nanti uang komisi ini juga diserahkan kepada Ketua Fraksi Golkar DPR RI Setyo Novanto dan anggotanya Kahar Muzakir. Tapi menurut Dicki uang yang diminta untuk anggota DPR RI itu sebesar Rp7,8 miliar, tapi yang baru terealisasi sekitar Rp3,9 miliar. Sedangkan sisanya akan diserahkan hari berikutnya.
Dalam sidang Kamis pagi kemarin, penuntut umum KPK memutar dua rekaman hasil sadapan penyidik KPK yaitu pembicaraan permintaan uang Lukman Abbas kepada Dicki Eldianto. Kedua rekaman ini diakui Dicki dan juga Lukman. Dalam rekaman pembicaraan via ponsel kedua mereka ini Lukman mengingatkan Dicki agar secepatnya mencairkan uang untuk anggota DPR RI itu. Di rekaman ini juga ada pembicaraan Lukman dengan Dicki meminta Lukman mengatakan minta 500 kilo untuk Gub.
Maksud 500 kilo di sini kata Dicki adalah uang Rp500 juta untuk Gubri. Lukman di rekaman ini menegaskan bahwa Gubernur tanya terus gimana jatah untuk Gubernur Rp500 juta itu. Dijawab Dicki sedang diusahakan beberapa konsorsium.
Menurut Lukman permintaan 6 persen dari Rp300 miliar ini dilontarkannya dalam pertemuan dengan para kontraktor KSO venue PON Riau di Plaza Senen Jakarta tahun 2011, dimana koordinator kontraktor penghimpunan dana waktu itu adalah Dicki Eldianto. Namun hal ini dibantah Dicki di depan sidang dengan mengatakan dia tak ada jadi koordinator pengumpulan dana seperti dimaksud Lukman Abbas itu.
Dicki juga buka rahasia bahwa pihaknya juga ada mengantarkan uang ke rumah Lukman Rp700 juta. Yang mengantarkan uang adalah staf Dicki bernama Nasapwir. Namun hal ini dibantah Lukman dimana Lukman mengatakan dia tak ada menerima uang Rp700 juta di rumah Lukman di Jalan Ronggowarsito seperti ditulis di BAP KPK itu karena kata Lukman rumahnya bukan di Jalan Ronggowarsito Pekanbaru melainkan di Jalan Thamrin Pekanbaru. Namun Dicki tetap pada pendiriannya bahwa benar pihaknya ada mengeluarkan dan mengantarkan uang untuk Lukman Rp700 juta itu.
Atas kerancuan masalah alamat rumah Lukman ini, akhirnya majelis hakim minta dihadirkan Nasapwir dan lain-lain untuk meninjau rumah Lukman yang sebenarnya. Majelis hakim dan terdakwa Lukman Abbas termasuk Dicki, Nasapwir, dan lain-lain akan segera meninjau rumah Lukman yang sebenarnya tempat Nasapwir mengantar uang Rp700 juta untuk Lukman Abbas.
Sementara sesi sidang Tipikor lainnya di ruang lantai II Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dihadirkan juga terdakwa Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso Yakin dengan saksi, tersangka M Roem Zein dan hakim ketua I Ketut Dwiyantara SH. M Roem Zein mengakui ada menanyakan masalah uang kepada M Dunir dan M Faisal Aswan di sele-sela sidang paripurna revisi Perda 6/2010 di DPRD Riau tapi bukan "uang lelah". Roem Zein punya istilah khusus yakni "upah lelah". Roem Zen blak-blakan dan mengakui di depan sidang memang menanyakan uang "upah lelah" itu kepada M Dunir.(azf)