PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Satu dari lima tersangka dugaan kredit fiktif di Bank Riau Kepri (BRK) Cabang Pembantu (Capem) Dalu-Dalu, mendadak gila. Meski begitu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau memastikan proses hukum yang menjerat tersangka bakal tetap berjalan.
Tersangka MD mengalami ganguan jiwa berat, disaat penyidik Korps Adhykasa Riau tengah merampungkan proses pemberkasan sebelum dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU). Kondisi ini diketahui usai penyidik menerima surat dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan yang disampaikan oleh pihak keluarganya.
“Sebulan yang lalu tersangka berinsial MD berobat ke RSJ Tampan. Dalam pengobatan itu dikeluarkan surat yang menyatakan MD mengalami gangguan jiwa berat,” ujar Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidaun, Rabu (6/2) siang.
Muhammad Duha pada perkara rasuah tersebut menjabat selaku analis kredit. Dia menyandang status tersangka bersama empat orang lainnya, yakni mantan kepala bank pemerintah Capem Dalu-Dalu AA, ZY, Sy dan He. Muspidauan menduga, indikasi gangguan jiwa berat terhadap yang bersangkutan setelah mengalami peristiwa kecelakaan setahun lalu.
“Tersangka pernah mengalami kecelakaan. Hal itu yang menyebabkan gangguan jiwa,” jelas mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru itu.
Terhadap kondisi ini, lanjut dia, pihaknya akan melakukan pemanggilan kepada dokter yang mengeluarkan surat keterangan tersebut untuk dimintai keterangannya. Klarifikasi ini, memastikan kebenaran dari kesehatan yang bersangkutan.
“Selain itu, kita juga akan mendatangkan dokter jiwa lain untuk melakukan pemeriksaan sebagai pembanding. Apakah tersangka ini benar-benar mengalami gangguan jiwa berat,” imbuhnya.
Masih kata Muspidaun, proses pemberkasan perkara dugaan kredit fiktif di bank Capem Dalu-Dalu diyakini bakal rampung dalam waktu dekat. Direncanakan, akhir Februari mendatang akan dilakukan pelimpahan tersangka bersama barang bukti ke JPU atau tahap II.
“Jadi penyerahan tahap dua ini merupakan tanggung jawab dari penyidik. Saat diserahkan ke JPU, penyidik wajib menghadirkan tersangka dengan kondisi sehat,” paparnya.
Namun, jika nanti MD masih dalam kondisi gangguan jiwa berat, maka pelaksanaan tahap II akan dilakukan terhadap empat orang tersangka yaitu, AA, ZY, Sy dan He.
“Empat tersangka tetap dilimpahkan, sedangkan MD ditunggu sampai pulih kembali. Karena ganguan jiwa yang dialaminya kambuh, sebab ketika pada proses penyidikan beberapa waktu lalu kondisi tersangka sehat-sehat saja,” pungkas Muspidaun.
Sebelumnya, guna melengkapi berkas perkara, satu persatu saksi menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan terhadap Kepala Cabang Pasirpengaraian, Yudi Asdam. Dia diperiksa terkait tugasnya dalam pengawasan terhadap capemnya.
Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kepala Capem Dalu-Dalu saat ini, Dadang Wahyudi, Pimpinan Seksi (Pimsi) di bank itu, serta empat orang analis kredit. Lalu, dua orang analis kredit. Sementara dari pihak debitur, sebagian besar sudah menjalani pemeriksaan.
Untuk diketahui, perbuatan tersangka terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana kredit berupa kredit umum perorangan itu dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur. Umumnya para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Kacapem Dalu-Dalu saat itu.
Kenyataannya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu, karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum bank yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.
Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit. Kerugian negara diduga mencapai Rp32 miliar, dimana sejauh ini diketahui belum ada pengembalian kerugian negara.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(rir)