Kemendag Kebut Regulasi E-Commerce

Kriminal | Senin, 05 November 2012 - 09:33 WIB

JAKARTA (RP) - Ramainya jual beli produk melalui dunia maya memacu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempercepat peraturan e-commerce.

Salah satu poin penting yang bakal dipertegas regulasi berbentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) itu adalah dukungan pengenaan pajak pada transaksi online.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Saat ini, yang paling bisa di-regulate (regulasi) adalah pembayarannya. Sebab, 99 persen transaksi online banyak lewat ATM dan kartu kredit, di situlah record-nya,” ungkap Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi akhir pekan lalu, Sabtu (3/11).

Selain terkait perpajakan, peraturan yang meregulasi transaksi di internet ini akan memperketat model bisnis jual beli online.

Dia mencontohkan, sekarang pihaknya tengah mengkaji bagaimana bentuk transaksi online, grosir atau eceran, hingga komoditas apa saja yang diperdagangkan.

Faktor-faktor tersebut sangat dipertimbangkan lantaran pihaknya harus menjamin hak dan kewajiban konsumen. “Misalnya bagaimana kalau menjual (jasa) ibadah haji dan umroh, karena kasus ini kemarin dipermasalahkan,” terangnya.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Gunaryo mengatakan pihaknya telah menerbangkan tim ke tiga negara, yakni Amerika Serikat, Singapura, dan Thailand untuk mendapatkan referensi kebijakan transaksi online.

“Membentuk peraturan e-commerce ini cukup rumit,” paparnya.

Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA), Daniel Tumiwa merespons positif pembentukan regulasi e-commerce tersebut.

Kendati demikian, Daniel berpendapat pemerintah harus jeli mendefinisikan e-commerce terlebih dahulu sebelum menerapkan insutrumen seperti pajak.

Menurut dia, selama ini ada kekeliruan definisi terhadap e-commerce. Transaksi online yang pembayarannya lewat ATM itu bukanlah e-commerce. Sebab, transaksi e-commerce menggunakan platform tersendiri.

“Nilai e-commerce masih sangat kecil. Kalau dipajaki, bisa jadi justru timbul praktik transaksi online ilegal. Amerika baru menerapkan peraturan e-commerce setelah 15 tahun berjalan,” terangnya.

Chief Technology Officer PT iPayMu Indonesia Mandiri, Riyeke Ustadiyanto mengatakan komoditas yang menjadi objek e-commerce memang belum dikenai pajak.

 “Namun, jika memang harus dikenakan pajak, praktiknya seperti transaksi konvensional saja. Misalnya PPN (pajak pertambahan nilai),” tegassnya.(gal/oki/sar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook