JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komnas Perempuan meminta agar kasus pelecehan seksual yang menimpa MS di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disikapi secara profesional dan transparan agar terpenuhi rasa keadilan bagi korban.
Permintaan tersebut disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, pasca melakukan pertemuan dengan MS secara virtual yang meminta dukungan moril atas peristiwa yang dialaminya, pada Kamis (30/9/2021).
"Komnas Perempuan berpendapat bahwa semua pihak perlu dengan sungguh-sungguh menyikapi situasi kekerasan seksual, termasuk untuk memastikan pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan, serta tidak berulang di masa mendatang, pada siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan," jelasnya kepada wartawan.
Kasus pelecehan seksual terhadap MS di KPI sudah berlangsung sejak 2012. MS sebagai korban sudah melaporkan dua kali ke kepolisian terkait itu. Namun, pihak kepolisian malah menyarankan MS untuk melaporkan kepada atasannya di KPI dan diselesaikan secara internal.
MS akhirnya melaporkan hal tersebut ke atasannya di KPI. Namun, lembaga itu tak banyak mengambil tindakan, MS hanya dipindah tempat duduk yang jauh dari para pelaku.
Tak tahan, MS membuat rilis pengakuan dan kronologi atas pelecehan yang menimpanya. Rilis itu viral. MS kembali melapor kepada kepolisian, Komnas HAM, dan LPSK yang masih diproses sampai saat ini.
Siti pun mendorong agar pihak-pihak terkait juga dapat membantu proses pemulihan mental MS dikarenakan perundungan dan kekerasan seksual yang dialaminya memiliki dampak yang bersinggungan secara psikis, fisik, seksual dan juga sosial ekonomi.
Ia mengaku khawatir apabila tidak segera ditangani secara serius, bukan tidak mungkin akan berdampak fatal bagi korban.
"Dalam kasus MS, pengalaman kekerasan seksual ini mengakibatkannya stres, depresi, dan kesedihan berlanjut, sehingga mempengaruhi kesehatan fisiknya, seperti kerap mengalami sakit lambung dan insomnia," jelasnya
Selain itu Komnas Perempuan menilai, upaya pemulihan kesehatan mental juga perlu diperluas kepada anggota keluarga yang bersangkutan. Lantaran selama ini mereka juga terdampak secara tidak langsung dari peristiwa kekerasan seksual yang menimpa MS.
Pemulihan mental bagi pihak keluarga juga dirasa perlu oleh Komnas Perempuan guna menyokong proses kesembuhan bagi MS. Siti menegaskan, selama korban masih dianggap belum pulih maka layanan bantuan harus tetap dilakukan.
"Proses pemulihan bagi korban bukanlah sebuah proses yang terpisah dari layanan lainnya, melainkan perlu dilakukan sejak awal korban melaporkan kasus hingga korban berdaya," jelasnya.
Berkaca pada kasus tersebut, Siti menilai sudah saatnya bagi negara untuk menaruh perhatian khusus terhadap kasus perundungan dan kekerasan seksual di dunia kerja. Hal ini menurutnya juga selaras dengan mandat Konvensi ILO Nomor 190 untuk mengakhiri kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja.
Siti juga mengajak agar Kementerian/Lembaga dapat turut berpartisipasi dengan mendukung pengembangan kebijakan dan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan di tempat kerja.
"Konvensi ILO 190 telah mendefinisikan kekerasan dan pelecehan berbasis gender sebagai perilaku, praktik atau ancaman yang bertujuan mengakibatkan, atau kemungkinan akan mengakibatkan kerugian fisik, psikologis, seksual, sosial dan/atau ekonomi," jelasnya.
Secara khusus, ia juga mendesak agar DPR RI dan pemerintah dapat segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang terkait Tindak Kekerasan Seksual.
RUU tersebut menurutnya penting guna memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi warga negara, termasuk untuk bebas dari kekerasan seksual di tempat kerja.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun