JAKARTA (RP) - Alarm inflasi mulai menyala. Laju inflasi sepanjang Agustus 2012 yang diproyeksi di kisaran 0,7-0,8 persen, ternyata terlampaui.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan, inflasi Agustus tercatat mencapai 0,95 persen, sehingga inflasi tahun kalender (Januari-Agustus 2012) mencapai 3,48 persen, dan inflasi year on year (Agustus 2012 dibandingkan Agustus 2011) sebesar 4,58 persen.
“Secara bulanan, ini adalah rekor inflasi tertinggi tahun ini,” ujarnya Senin (3/12). Sebagai gambaran, sepanjang 2012, laju inflasi bulanan tertinggi sempat terjadi pada Januari dengan angka 0,76 persen.
Sedangkan laju inflasi bulanan terendah terjadi pada Februari dengan 0,05 persen. Data BPS menunjukkan, kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi tertinggi dengan andil 0,35 persen.
Posisi ke-2 ditempati kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan dengan andil 0,23 persen. Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang biasanya di posisi ke-2, kini turun ke posisi ke-3 dengan andil 0,23 persen.
Menurut Suryamin, tingginya andil kelompok bahan makanan merupakan imbas dari naiknya harga komoditas pangan pada periode Ramadan dan Idul Fitri. Demikian pula dengan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.
Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi Agustus lalu adalah tarif angkutan udara dengan andil 0,10 persen.
“Kami tahu, pada periode Idul Fitri, harga tiket pesawat melonjak tinggi,” katanya.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo menanggapi, inflasi Agustus yang mencapai 0,95 persen benar-benar di luar ekspektasi pemerintah yang berharap inflasi bisa diredam di kisaran 0,6-0,7 persen.
“Atau maksimal 0,8 persen,” ujarnya. Senada dengan pemerintah, ekspektasi Bank Indonesia (BI) pun juga terlampaui.
Sebelumnya, Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, Ramadan dan Idul Fitri memang menjadi periode tertinggi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. “Karena itu, inflasi Agustus kami proyeksi di kisaran 0,7 hingga 0,8 persen,” katanya.
Agus Marto mengatakan, pemerintah akan segera menindaklajuti hal tersebut melalui koordinasi dengan seluruh kementerian/lembaga maupun dengan Bank Indonesia. “Ini penting untuk menghindari terjadinya inflasi tinggi, meskipun (tingginya inflasi Agustus) ini tentu karena ada faktor Ramadan,” ucapnya.
Terkait potensi overheating perekonomian, Agus Marto mengatakan jika saat ini Indonesia tidak dalam posisi tersebut. Dia menyebut, overheating baru terjadi jika pertumbuhan ekonomi diikuti dengan lonjakan inflasi yang tak terkendali. “Inflasi Indonesia kan year on year masih terkendali di bawah 5 persen,” ujarnya.(owi/kim/sar)