PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Seluruh saksi yang terdapat dalam berkas perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSUD Arifin Achmad (AA) Riau, bakal dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan. Salah satunya, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Provinsi Riau, Yulwiriati Moesa.
Dihadirkannya Yulwiriati Moesa sebagai saksi untuk lima terdakwa yakni dr Kuswan Ambar Pamungkas SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB(K)KL dan drg Masrial, SpBM, Direktris CV Prima Mustika Raya (PMR), Yuni Efrianti, dan seorang stafnya, Mukhlis, bukan tanpa alasan. Mengingat ketika perkara rasuah itu terjadi yang bersangkutan menduduki jabatan Direktur Utama RSUD AA Riau.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Yuriza Antoni menyampaikan, proses persidangan tengah memasuki tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi.
“Pada tahapan ini. Kita menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaan,” ungkap Yuriza, Ahad (3/2) siang.
Dikatakannya, sejauh ini belasan saksi telah dihadirkan dalam persidangan, di mana mereka merupakan pegawai maupun staf di rumah sakit milik Provinsi Riau. Pemeriksaan saksi tersebut, sambung mantan Kasi Pidsus Kejari Pelalawan, masih akan terus berlanjut. “Sudah ada belasan saksi dihadirkan pada persidangan dugaan korupsi pengadaan alkes itu,” jelas Yuriza.
Lebih lanjut disampaikan dia, saksi yang dihadirkan tidak sampai di situ saja. Melainkan
semua pihak yang terdapat di dalam berkas perkara akan dihadirkan untuk para terdakwa yang duduk di kursi pesakitan, termasuk mantan Dirut RSUD AA Riau, Yulwiriati Moesa.
“Iya, yang bersangkutan akan dihadirkan. Karena keteranganya ada di dalam berkas perkara,” pungkasnya.
Sementara itu, Yulwiriati Moesa ketika dikonfirmasi terkait dirinya akan dihadirkan sebagai saksi belum memberikan jawaban. Pasalnya saat dihubungi via selular tidak mengangkatnya meski nomor handphone-nya dalam kondisi aktif. Hingga pesan melalui Whatsapp dilayangkan, Kadis Perdagangan Koperasi dan UMKM Riau tidak membalasnya.
Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU dinyatakan perbuatan para terdakwa terjadi pada 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di RSUD AA Riau.
Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktris CV PMR, Yuni Efrianti Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.
Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianti melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.
Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Menurut JPU, CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.
Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD AA Riau sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD AA Riau.
Selama medio 2013 dan 2014, Direktris CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.
Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter dengan jumlah berbeda. Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841. Sementara selisih harga alat kesehatan yang diterima oleh ketiga dokter adalah dr Welly Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303.
Para terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 3, jo pasal 18 ayat (1) b Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 KUHP.(rir)