Akil Dipecat Tidak Hormat

Kriminal | Sabtu, 02 November 2013 - 07:43 WIB

JAKARTA (RP) - Karir Akil Mochtar di Mahkamah Konstitusi (MK) resmi berakhir, Jumat (1/11). Mantan Ketua MK yang tersandung kasus suap ini akhirnya dipecat dengan tidak hormat.

Pemberhentian Akil ini setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jumat (1/11) pukul 10.30 WIB, membacakan surat keputusan Nomor: 01/MKMK/X/2013 yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat terhadap hakim terlapor M Akil Mochtar.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dalam pertimbangannya, MKMK menyatakan bahwa Akil terbukti melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip di dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Anggota MKMK Abbas Said mengatakan, Akil terbukti telah melanggar prinsip keempat dari Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yaitu tentang kepantasan dan kesopanan.

Berdasarkan prinsip tersebut, MKMK menimbang bahwa perilaku Akil yang bepergian ke Singapura pada 21 September 2013 lalu, termasuk kepergiannya ke beberapa negara lainnya dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Sekretariat Jenderal (Sekjen) MK merupakan perilaku yang melanggar etika.

‘’Seyogyanya, setiap kali hakim terlapor (Akil) bepergian ke luar negeri hendaknya memberitahukan kepada Sekjen MK. Apalagi Akil yang saat itu menjabat sebagai ketua MK harus diketahui keberadaannya setiap saat untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu di MK yang dipimpinnya,’’ kata Abbas dalam pembacaan pertimbangan hukum dan etika yang menjadi dasar pengambilan keputusan MKMK di lantai 11 Gedung MK, kemarin.

Abbas juga membeberkan kepemilikan Akil atas dua unit mobil mewah, Toyota Crown Athlete dan sedan Marcedes Benz S-350 yang terbukti dimiliki dengan melanggar hukum.

Terhadap mobil Toyota Crown Athlete miliknya, MKMK menemukan bukti bahwa mobil tersebut tidak didaftarkan ke Ditlantas Polda Metro Jaya.

‘’Terhadap perilakunya, MKMK berpendapat bahwa Akil terbukti melakukan pelanggaran prinsip ketiga yaitu integritas. Selain itu hal demikian telah memberikan kesan adanya kepemilikan mobil secara tidak sah, bahkan mobil tersebut dapat dikesankan sebagai mobil gelap,’’ ujar Abbas.

Untuk kepemilikan mobil sedan Marcedes Benz S-350, Akil terbukti telah melakukan penyamaran kepemilikan mobil tersebut dengan mengatasnamakan supirnya yang berinisial DYN (Daryono). Menurut MKMK, tindakan tersebut dilakukan Akil untuk menghindari pengenaan pembayaran pajak progresif.

‘’Hal itu merupakan perilaku yang tidak pantas dan merendahkan martabat hakim konstitusi. Kode etik menegaskan, hakim konstitusi harus menginformasikan secara terbuka tentang keadaan kekayaan pribadi dan keluarga atas kesadaran sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,’’ terang Abbas dalam pembacaan surat keputusan setebal 27 halaman tersebut.

Selain itu, Abbas juga mengatakan bahwa kepemilikan narkoba jenis ganja dan ineks dari Akil yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) beberapa waktu lalu, menjadi penguat keputusan MKMK untuk memberhentikan lelaki kelahiran Putussibau 18 Oktober 1960 tersebut dengan tidak hormat sebagai hakim konstitusi.

‘’MKMK berpendapat bahwa hakim terlapor terbukti melanggar kode etik integritas yang menegaskan bahwa hakim konstitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak,’’ pungkasnya.

Sementara itu, anggota MKMK lainnya Mahfud MD mengatakan bahwa Akil juga pernah memerintahkan penundaan terhadap pelaksanaan putusan yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Kabupaten Banyuasin.

Mahfud menjelaskan, bahwa melalui Surat Nomor: 137/PAN.MK/7/2013 tanggal 18 Juli 2013, Akil meminta kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, untuk menunda pelaksanaan Putusan MK Nomor: 72/PHPU.D-XI/2013 dan sekaligus menunda proses pengangkatan dan pengesahan pasangan calon bupati dan wakil bupati terpilih Kabupaten Banyuasin tahun 2013.

Namun, lanjut Mahfud, kebijakan tersebut dikeluarkan Akil secara sepihak tanpa melalui Rapat Permusyawaratan Hakim.

Atas tindakannya, MKMK menyatakan bahwa Akil telah melanggar prinsip kelayakan bahwa putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat ditunda-tunda dan harus dilaksanakan.

‘’Terlebih lagi isinya bertentangan dengan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945, Pasal 10 ayat 1 UU Nomor: 24/2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor: 8/2011 yang menentukan putusan MK bersifat final dan mengikat,’’ terang Mahfud.

Ia juga menambahkan, bahwa pihaknya meyakini bahwa Akil memiliki motif untuk mengendalikan perkara PHPU Pilkada ke arah putusan tertentu.

Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya distribusi tugas penyelesaian perkara secara proporsional dan berimbang kepada masing-masing panel.

‘’Dalam praktik yang berlaku sebelumnya, ketua MK menangani perkara-perkara dalam jumlah yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan panel hakim yang lain,’’ ungkap Mahfud.

Di akhir pembacaan bukti-bukti pelanggaran di dalam putusan tersebut, Ketua MKMK Harjono memutuskan bahwa Akil menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Akil.

‘’Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terlapor,’’ putus Harjono yang diakhirinya dengan mengetok palu sebanyak satu kali.

Selain itu, Harjono mengatakan bahwa pemberhentian tidak dengan hormat yang dilakukan MKMK terhadap Akil tidak berkaitan dengan proses pidana yang saat ini sedang dijalaninya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menjelaskan, apabila pemberhentian Akil disesuaikan dengan proses pidana di KPK, maka akan memerlukan waktu yang sangat lama.

‘’Menunggu proses pidana yang saat ini ditangani KPK sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap (inkrach) akan memakan waktu lama. Padahal MKMK telah melihat skala kasus hakim terlapor maka pemberhentian dengan tidak hormat harus segera dilakukan karena perbuatan dan pelanggaran tercela sudah terbukti,’’ terang Harjono.

Dia juga menambahkan bahwa tidak tepat juga apabila pemberhentian Akil berdasarkan surat pengunduran dirinya ke MK beberapa waktu lalu.

‘’Sebab apabila diberhentikan dengan alasan pengunduran diri, maka hakim terlapor diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri,’’ ucapnya.

Harjono menjelaskan, putusan MKMK yang menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Akil tersebut selanjutnya akan diserahkan ke MK untuk diteruskan kepada presiden.

‘’Kemudian MK akan mengajukan permintaan pemberhentian tidak dengan hormat kepada presiden untuk diberhentikan tidak dengan hormat,’’ ujarnya.

Dia mengatakan bahwa presiden memiliki waktu 14 hari untuk mengeluarkan keputusan presiden (Kepres) pemberhentian Akil sejak putusan MKMK diterima dari MK.

‘’Dengan ketentuan UU harus dilakukan 14 hari semenjak surat ini disampaikan dari MK kepada presiden,’’ imbuhnya.

Ditemui usai pembacaan putusan Akil, Anggota MKMK Bagir Manan mengatakan bahwa dengan selesainya pembacaan putusan Akil oleh MKMK tersebut kemarin, maka tugas MKMK dinyatakan telah usai. ‘’Ya kita telah berakhir masa tugasnya karena kita dibentuk hanya untuk kasus Akil,’’ kata Bagir.

Bagir juga menjelaskan, soal tidak adanya hakim konstitusi lain yang terlibat dalam kasus pelanggaran kode etik dan suap pada sidang sengketa Pilkada Gunung Mas dan Lebak yang dilakukan Akil. Padahal tidak ada perbuatan korupsi yang dilakukan secara perorangan.

‘’Itu kan dugaan wartawan, hukum kan tidak bicara begitu. Kalau nanti sudah ada persoalan hukumnya baru (dilakukan penyidikan, red). MKMK dibentuk untuk memeriksa kasus Akil dan kita tidak boleh menambah-nambahi kasus lain karena itu persoalan hukum,’’ terangnya.

Bagir membenarkan adanya hak prerogatif presiden untuk memiliki pendapat yang berbeda dengan MKMK soal keputusan memberhentikan Akil tidak dengan hormat.  

‘’Tapi hukum tidak hanya bicara tentang haknya tapi ada kewajiban dan hubungan antara satu dengan yang lain,’’ pungkasnya.(dod/bay/jpnn/fat/esi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook