Pengusaha Lokal Terancam

Kriminal | Jumat, 02 November 2012 - 08:25 WIB

Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru helfizon_assyafei@riaupos.co

Ketentuan pasar bebas di satu sisi menguntungkan negara pengekspor dan konsumen. Di sisi lain jadi ancaman bagi produsen lokal. Banjir barang impor dapat mematikan usaha sejenis yang dilakoni oleh pengusaha lokal Riau.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Taufik Mappaendri Soppeng. Hal itu diungkapkannya di sela sosialisasi tindakan pengamanan perdagangan (Safeguards) di Hotel Pangeran, Kamis (1/11). Acara KPPI kerja sama dengan Kadin Riau tersebut diikuti ratusan pengusaha lokal.

Menurut Taufik mengapa Riau dipilih untuk sosialisasi safeguards ini karena dari pantauan KPPI terdapat beberapa barang impor yang masuk ke Riau mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan.

Hal ini, lanjutnya, dapat menimbulkan kerugian atau ancaman serius terhadap produsen lokal yang memproduksi barang sejenis yang berada di wilayah Riau.

Adapun produk yang dimaksud adalah gliserol, minyak mentah, lapisan luar bukan dari kayu pohon konifera, kertas fancy dan karton pelat dan lembaran.  

“Persaingan barang impor dengan produk lokal bisa terjadi baik dari segi harga maupun dari segi jumlah. Jika mereka jual murah di bawah harga pasar domestik maka produsen akan gulung tikar,” ujar Taufik.

Memang menurutnya, hal ini tidak bisa dilarang karena pasar dunia dewasa ini semakin terbuka dan bebas hambatan, baik tarif maupun non tarif. Namun, lanjutnya, ada instrumen yang disepakati negara anggota WTO dan disebut safeguards.

“Instrumen ini dapat digunakan setiap negara anggota WTO untuk mengamankan produsen dalam negerinya dari akibat yang ditimbulkan oleh banjir barang impor sejenis,” ujarya.

Hanya saja, lanjutnya, Indonesia ataupun negara mana saja yang mau menerapkan instrumen ini, tetap harus mematuhi semua ketentuan yang telah ditetapkan WTO.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk mengatasi kasus banjir barang impor ini, WTO memberikan kewenangan kepada negara anggota untuk mengambil tindakan pengamanan (proteksi).

“Namun sifatnya sementara (terbatas) karena safeguards boleh dilakukan dengan tujuan memberi waktu kepada produsen dalam negeri untuk pulih dari kerugian yang dideritanya akibat serbuan produk impor,” ujarya.

Artinya, lanjut Taufik, selama kurun waktu safeguards diberikan, produsen lokal harus berbenah dan harus mampu meningkatkan daya saing dengan produk impor sejenis.

 “Waktunya paling lama 10 tahun,” ujar Taufik. Namun tidak semua safeguards diberikan selama itu karena menurut peniliaian WTO boleh jadi hanya 4-5 tahun sudah harus dilepas.

“Intinya ini bukan fasilitas gratis. Mau tidak mau produsen lokal harus meningkatkan daya saing di era pasar bebas ini,” ujarya. Menurutnya dari 30 kasus yang diproses KPPI soal banjir impor ini sejauh ini 10 kasus dikenakan bea tambahan masuk.

Gunanya agar harga barang impor jadi mahal sehingga tidak mematikan produsen lokal. Sementara itu Direktur Eksekutif Kadin Riau, M Herwan menjawab Riau Pos mengatakan bahwa sosialisasi ini sangat penting agar produsen dapat membaca peta pasar bebas lebih cepat.

“Ini memaksa setiap produsen lokal untuk lebih efisien dan mampu meningkatkan daya saing menghadapi serbuan produk impor,” ujarnya. Menurutnya, ke depan KPPI akan membuka help desk di Kadin Riau sebagai upaya jemput bola dari produsen lokal yang menemukan kasus serbuan produk impor yang mengancam pengusaha lokal.

“Ini penting untuk diketahui pengusaha lokal sehingga bila ada produk sejenis masuk dalam partai besar dan harga lebih murah maka dapat dilaporkan ke KPPI lewat help desk KPPI di Kadin Riau,” ujarya lagi.(sar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook