Divestasi Newmont, MK Tolak Gugatan Pemerintah

Kriminal | Rabu, 01 Agustus 2012 - 09:06 WIB

JAKARTA  (RP) - Transaksi pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) tidak bisa dieksekusi.

Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (31/7) menolak gugatan sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan pemerintah melawan DPR.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dengan penolakan itu, pembelian saham NNT harus lebih dulu mendapatkan persetujuan parlemen.

Sidang Mahkamah yang di pimpin Ketua MK, Moh Mahfud MD menilai pembelian 7 persen saham divestasi harus dimasukkan dulu dalam program Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementrian Keuangan.

Pengalokasian dana pembelian juga harus mendapatkan persetujuan DPR. MK berpendapat pilihan untuk membeli seperti tercantum dalam Kontrak Karya, masih harus digantungkan pada kesepakatan antara pemerintah dan parlemen.

Sebab, pembelian saham tersebut jika mempergunakan uang negara, harus disepakati kedua belah pihak.

Mahkamah sependapat dengan pemerintah mengenai penguasaan kekayaan alam oleh negara. Namun perwujudannya tidak harus dengan pembelian saham divestasi.

“Menurut Mahkamah, bentuk penguasaan negara tidak hanya dalam bentuk kepemilikan, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan dan tindakan kepengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan,” kata Mahfud dalam Sidang Putusan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (31/7).

Gugatan yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebenarnya bukan hanya diajukan kepada DPR.

Gugatan juga diajukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit Badan Pemeriksa senada dengan sikap DPR, yakni pembelian saham Newmont harus menempuh pembahasan dan persetujuan parlemen.

Namun Mahkamah berpendapat BPK tidak bisa dimohonkan dalam kasus sengketa antar lembaga negara tersebut. Putusan Mahkamah tidak bulat.

Empat hakim menyatakan dissenting opinion atau berpendapat berbeda, yakni Harjono, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, dan Ahmad Fadlil Sumadi.

Sedang- kan lima lainnya menolak gugatan, yakni Muhammad Alim, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Akil Mochtar, dan Moh Mahfud MD. Tiga nama yang disebut terakhir adalah hakim yang berlatar belakang politisi yang pernah duduk sebagai anggota DPR.

Meskipun menerima putusan Mahkamah, Menkeu, Agus Martowardojo mengungkapkan kekecewaannnya.

Ia mengatakan, di saat negara-negara lain tengah aktif berinvestasi untuk memperkuat negaranya, pemerintah Indonesia kesulitan melakukan hal yang sama.

“Di kami melakukan investasi untuk melakukan sesuatu yang sudah pasti dicantumkan dalam Kontrak Karya, yang merupakan hak negara pun belum bisa diperoleh,” kata Menkeu.

Menkeu mengatakan, Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang besar. “Untuk sesuatu yang jelas kepentingan negara, masih tidak berhasil diwujudkan.

Sebetulnya masyarakat juga seharusnya peduli ini karena ini contoh kami menghormati kontrak yang kami tahu hak itu adalah hak negara, tapi kok tidak bisa diwujudkan,” kata Agus. Mengenai nasib perjanjian jual beli, Menkeu masih akan mempela- jari lebih lanjut.(sof/sar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook