MALAM PUISI PEKANBARU

Angkat Tema Lebih Kritis, Bukan Sekadar Cinta-cintaan

Komunitas | Minggu, 27 Desember 2015 - 06:16 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Malam Puisi Pekanbaru adalah acara sastra bulanan yang paling ditunggu-tunggu. Selama 2 tahun ini, Malam Puisi Pekanbaru mampu menggiring kalangan muda walau mereka sekadar duduk dan menyeduh kopi.

Menurut penuturan Boy Riza Utama yang tiap bulannya menghadiri MPP. Malam puisi tidak ubahnya seperti yang pernah ditulis penyair Perancis, Sarte yakni menjadikan "kafe" sebagai mahakarya. Begitulah Malam Puisi Pekanbaru yang ’nomaden’ dari kafe ke kafe dan menenteng literatur sastra di dalam kantung mata para penggerak.
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Akhir Desember ini, Malam Puisi Pekanbaru mengangkat tema 360: Epilog yang dilangsungkan di Ray Star Cafe, Sabtu malam (26/12/2015).

Menurut Satya Wira Wicaksana yang sebagaj pengusung tema MPP kali ini, Epilog dalam artian harfiah adalah akhir dari sebuah cerita. Selain definisi harfiah tersebut, kata "Epilog" juga merupakan tema dari Malam Puisi Pekanbaru yang akan diadakan nanti malam, di malam minggu terakhir 2015. Dengan tinjauan filosofis, maka ditambahkanlah angka "360" sebagai artian dari sebuah "pengulangan" dan genapnya hitungan hari di 2015 ini.

"Secara esoretis, Malam Puisi Pekanbaru menyuguhkan "Akhir yang berulang-ulang". Mengapa demikian? Sebagian para penyair, pemikir, dan pecinta karya sastra di MPP sepakat dengan Nietzsche--setidaknya mengenai finalitas manusia

Lebih jauh dijelaskan Wicak, Nietzsche menyebutkan akhir dari peradaban manusia akan dihuni oleh manusia super yang diidamkannya; Übermencsh. Namun, Nietzsche sadar jika hal tersebut terjadi maka aktivitas manusia di muka bumi akan menjadi sangat menjemukan.

"Jadi terinspirasi dari pemikiran tersebut, MPP mengambil pernyataan filsafati itu," katanya.

Sementara itu, Ketua MPP Reky Arfal menambahkan, 360: Epilog tidak hanya berbicara kekalutan massa mengenai sudah berapa kali diasingkan oleh pujaan hati. Namun, 360: Epilog mengajak  untuk merenung. Sekurang-kurangnya merenungkan bahwa puisi tidak sekadar cinta-cintaan dan mesin pencetak Casanova kekinian.

"Malam Puisi Pekanbaru mengajak semua kalangan untuk berbicara dengan bahasa yang puitis dan tidak eksplisit. Hal tersebut mengingat jauhnya kalangan muda dengan sastra," jelasnya.

Laporan: Anju Mahendra
Editor: Yudi Waldi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook