JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Operator seluler akan menjadi ujung tombak dari aturan ponsel black market (BM) yang bakal disahkan pemerintah dalam upaya meredam peredaran ponsel BM. Operator seluler mendukung aksi pemblokiran berdasarkan validasi IMEI ponsel dari Sistem Basis Data IMEI Nasional (Sibina) yang disiapkan pemerintah.
Terkait hal tersebut, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan bahwa seluruh operator seluler siap mendukung langkah pemerintah. Dengan catatan operator seluler tidak dibebani.
Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys, menyampaikan operator seluler dalam tugasnya menghalau ponsel BM memerlukan investasi. Investasi tersebut salah satunya untuk membuat Equipment Identification Registration (EIR).
"Bebannya? Bebannya investasi, biaya operasi macam-macam," ujar Merza usai mengikuti diskusi tentang validasi IMEI di Gedung Kemenkominfo, Jumat (2/8) sore kemarin.
Lebih lanjut, Merza menyebut bahwa investasi yang mesti digelontorkan operator untuk menjadi eksekutor ponsel BM dengan melakukan pemblokiran ke jaringan mereka nilainya mencapai ratusan miliar. "Rp200 miliar. Itu untuk operator yang paling besar dengan user paling banyak. Ratusan miliar per operator," sambungnya.
Terkait beban investasi itu, Merza yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur Smartfren itu meminta aturan ponsel BM tidak membebani operator seluler. Sementara untuk basis data IMEI, Merza menyebut kalau operator juga memiliki sistem basis data IMEI.
Akan tetapi, yang dimiliki operator dikatakan Merza tidak disiapkan untuk memblokir atau membuka blokir ponsel BM dan hanya mencatat saja. Sementara jika diminta untuk melakukan pemblokiran atau sebaliknya, hal tersebut memerlukan sistem tambahan.
Masih banyak pekerjaan rumah terkait aturan ponsel BM yang akan melibatkan operator seluler, Merza menyebut bahwa operator masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Menurut Merza, hingga saat ini seluruh stakeholder yang terkait seperti Kementerian Komunikasi (Kemenkominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih dalam proses membuat aturan mengenai validasi IMEI.
Merza menyebut, operator masih belum memiliki gambaran utuh mengenai apa saja alat yang perlu mereka siapkan untuk melaksanakan tugasnya. Tugas operator yang belum didefinisikan dengan jelas misalnya tentang bagaimana mekanisme blocking dan unblocking IMEI karena ada sejumlah skenario seperti ponsel bawaan pribadi, dan lain-lain masih perlu didiskusikan secara matang.
Skenario lainnya yang mungkin terjadi seperti ponsel hilang, ponsel yang dibawa secara hand carry dari luar negeri, sampai ke perangkat yang memiliki duplikasi IMEI juga dikatakan mesti digodok secara serius. "Jangan kesusu (terburu-buru)," lanjut Merza.
Seperti diketahui, terkait aturan ponsel BM dan validasi IMEI untuk pemblokiran, pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo menargetkan bahwa aturan bisa rampung pada Februari 2020. Aturan tersebut merupakan aturan bersama dari tiga Kementerian yakni Kemenkominfo, Kemenperin, dan Kemendag.
Ditargetkan rampung dan efektif berlaku Februari 2020, Merza menyebut operator masih harus duduk dengan pemerintah. "Kembali lagi, kita mesti duduk dulu menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah tadi, sehingga kita tahu sebanyak apa pekerjaan yang harus dilakukan. Dari situ kita bisa hitung berapa lama itu bisa diselesaikan, seberapa besar investasi jelas, baru bisa bicara tanggalnya (berlakunya) kapan," pungkas Merza.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi