Imunisasi Cegah Penyakit Berbahaya

Kesehatan | Minggu, 28 April 2013 - 06:38 WIB

Imunisasi Cegah Penyakit Berbahaya
Foto: infoimunisasi.com

JAKARTA (RP) - Imunisasi terbukti meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Anak yang telah diimunisasi bila terinfeksi oleh kuman sekalipun tidak akan menularkan ke adik, kakak atau teman-teman di sekitarnya. Jadi, imunisasi selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah penyebaran ke adik, kakak dan anak-anak lain disekitarnya. Apa bahaya jika bayi dan anak tidak diimunisasi?

Sekretaris Satgas Imunisasi Dokter Soedjatmiko menjelaskan, anak yang tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Anak yang tidak diimunisasi  akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. ‘’Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian,’’ paparnya pada Media Workshop Imunisasi Melindungi Anak Indonesia dari Wabah, Kecacatan dan Kematian yang ditaja  Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra (Simkar Kesma), dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI di Hotel Acacia, Jakarta, pekan lalu.

Menurut pria yang tergabung dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemerintah sudah menyediakan beberapa imunisasi rutin meliputi hepatitis B, Polio, BCG, DPT, campak. Imunisasi yang belum disediakan oleh pemerintah antara lain Hib, pneumokokus, influenza, demam tifoid, MMR, cacar air, hepatitis A dan kanker leher rahim (HPV).

Imunisasi  hepatitis B untuk mencegah  virus hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati, bila berlangsung sampai dewasa dapat menjadi kanker hati. Imunisasi polio untuk mencegah serangan virus polio yang sapat menyebabkan kelumpuhan. Imunisasi BCG untuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan.

Imunisasi DPT untuk mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Penyakit difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, serta mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat (pneumonia).

Kuman tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas. Penyakit campak berat dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau  menyerang otak.

Imunisasi Hib dan pneumokokus dapat mencegah infeksi saluran nafas berat (pneumonia) dan radang otak (meningitis). Imunisasi influenza dapat mencegah influenza berat.  Imunisasi demam tifoid dapat mencegah penyakit demam tifoid berat. Imunisasi MMR dapat mencegah penyakit mumps (gondongan, radang buah zakar), morbili (campak) dan rubela (campak Jerman). Imunisasi cacar air (varisela) untuk mencegah penyakit cacar air. Imunisasi hepatitis A untuk mencegah radang hati karena virus hepatitis A. Imunisasi HPV untuk mencegah kanker leher rahim.

‘’Bila bayi atau anak tidak diimunisasi  maka risikonya lebih besar tertular penyakit-penyakit tersebut,’’ terangnya.

Bagaimana setelah diimunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi? Soedjatmiko mengungkapkan setelah imunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel.

Itu adalah reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3-4 hari, walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lebih lama.

Pada kondisi seperti ini, anak boleh diberikan obat penurun panas tiap 4 jam, dikompres air hangat, pakaian tipis, jangan diselimuti, sering minum ASI, jus buah atau susu. Bila tidak ada perbaikan, atau bertambah berat segera kontrol ke dokter.

Sementara soal pemberian ASI, perbaikan gizi dan lingkungan memang turut membantu menurunkan angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut. Tetapi, kata dia, perbaikan gizi dan lingkungan membutuhkan waktu yang lebih lama dan usaha yang lebih sulit dibanding imunisasi. Dengan imunisasi dasar lengkap angka kematian bayi lebih cepat turun.

‘’Oleh karena itu dengan imunisasi dasar lengkap, ASI dan perbaikan lingkungan bersama-sama akan lebih effektif mencegah penyakit dan menurunkan angka kematian bayi dan balita,’’ katanya. (mar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook