USUL PAKAR KESEHATAN

Sanksi Sosial bagi Perokok

Kesehatan | Kamis, 28 Maret 2019 - 18:03 WIB

Sanksi Sosial bagi Perokok
Sanksi sosial bagi perokok setujukah?(int)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pakar Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Dr Ardini Raksanagara usul agar ada sanksi sosial bagi para perokok sebagai salah satu upaya mengurangi bahaya tembakau.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebab, aturan sudah diatur seperti larangan merokok di sekolah, kampus, instansi pemerintah, kawasan umum, dan lainnya. Sayangnya sanksi tidak ada sehingga perokok bisa bebas menebar tar dan nikotin.

"Aturan melarang rokok mah sudah banyak tapi tidak jalan penerapannya, makanya banyak yang bilang aturan di Indonesia dibuat untuk dilanggar," kata Ardini dalam diskusi “Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi” besutan Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) di Jakarta, Kamis (28/3).

Dia menyebutkan, tembakau dan merokok sudah lama jadi masalah bagi kesehatan masyarakat karena bisa menyebabkan kanker, prematur hingga kematian. Namun, perilaku perokok di negara berkembang termasuk Indonesia malah meningkat. Sedangkan di negara maju malah menurun.

Yang membuat Ardini galau, paling banyak merokok adalah remaja usia 15 sampai 19 tahun. "Kalau sudah begini, bagaimana bisa mendapatkan bonus demografinya kalau remaja kita sudah kecanduan rokok," ucapnya.

Mirisnya lagi, lanjut Ardini, perempuan sekarang sudah banyak yang merokok. Mereka tidak malu-malu lagi merokok di depan umum. Padahal sebelumnya, sembunyi-sembunyi karena takut dicap sebagai perempuan tidak baik.

"Makanya perlu sanksi sosial bagi para perokok. Misalnya, para perokok yang merokok di kawasan dilarang merokok difoto dan diviralkan di medsos," terangnya

Prof Dr drg Achmad Syawqie, pembina KABAR menjelaskan berbagai kebijakan telah diambil untuk menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia. Baik itu melalui regulasi, edukasi, ataupun metode byerhenti merokok, seperti layanan dan klinik konseling, metode cold turkey serta nicotine replacement therapy (koyo nikotin, permen karet nikotin, snuff, dan lain-lain). Namun pada kenyataannya tingkat perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan.

Menurut dia, permasalahan rokok di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama, terutama upaya untuk mengurangi konsumsi merokok. Diperlukan cara yang lebih efektif sehingga masyarakat memiliki alternatif untuk mengatasi adiksi terhadap rokok.

Sementara Lutfi Mardiansyah, pengamat kesehatan dari CHAPTERS mengatakan, seharusnya tidak ada keraguan dari pemerintah untuk menindaklanjuti penelitian yang sudah dilakukan oleh negara lain. Sejumlah langkah yang diambil untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia terbukti belum mencerminkan hasil yang signifikan.

Dari sisi kesehatan, seharusnya produk tembakau alternatif bisa menjadi solusi untuk mengurangi risiko kesehatan, terutama mengurangi penyakit yang disebabkan oleh rokok.

"Perlu dukungan semua pihak agar tujuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan akibat rokok segera diatasi. Salah satunya kebijakan kuat dari pemerintah berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif,” pungkas Lutfi. (esy)

Sumber: JPNN.com

editor: Deslina









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook