JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rapor pengelolaan dua badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) tahun ini terus mendapatkan sorotan dari publik. Salah satunya, proses pengelolaan sumber daya manusia (SDM) berupa direksi dan dewan pengawas. BPJS Watch pun mengeluhkan DPR yang seharusnya bergegas melakukan seleksi dewan pengawas namun melakukan hal sebaliknya.
Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, langkah Komisi IX DPR RI untuk melakukan menunda proses fit and proper test calon dewan pengawas BPJS sangat disayangkan. Pasalnya, pihaknya mencatat sebenarnya para legislator masih punya waktu tiga hari sebelum reses diberlakukan. Dengan penundaan tersebut, proses seleksi sudah pasti mundur ke tahun depan.
Belum selesainya proses fit and proper test sebelum tanggal 31 Desember tahun ini berarti Komisi IX mengabaikan perintah Pasal 30 ayat tiga undang-undang nomor 24 2011.
"Padahal, sudah dituliskan disana kewajiban Komisi IX melakukan fit and proper test untuk 20 hari setelah calon tersebut diusulkan presiden," terangnya di Jakarta, Jumat (25/12).
Hal tersebut, lanjut dia, membuat masa transisi pimpinan dan dewan pengawas untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan berjalan sulit. Pasalnya, masa jabatan para direksi dan dewan pengawas akan berakhir pada 31 Desember nanti.
"Itu artinya, BPJS tidak akan punya direksi dan dewan pengawas per 1 Januari 2016. Itu akan terjadi sampai presiden mengumumkan siapa yang baru," ujarnya.
Dia berharap pemerintah segera mencoba membersihkan masalah yang dihadirkan oleh DPR tersebut. Saat ini, pilihan yang paling mendasar adalah dengan membuat Keputusan Presiden (Keppres) untuk sementara memperpanjang sementara tugas direksi dan dewas saat ini. Namun, kepres tersebut harus diikuti dengan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar bisa berlaku dengan ideal.
"Sebab, keppres tersebut jelas melanggar Pasal 59 dan Pasal 63 UU 24 2011. Tapi, selama ini Presiden tidak semudah itu mengeluarkan Perppu. Mereka mungkin lebih memilih melanggar undang-undang tersebut," imbuhnya.
Pria yang juga menjadi sekretaris jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) tersebut menegaskan, kinerja legislator pada komisi IX tahun ini memang buruk. Bukan hanya seleksi BPJS, namun dalam merancang regulasi pun di bawah kepuasan. Antara lain, agenda revisi UU nomor 39 2004 soal Penempatan dan Perlindungan TKI dan UU nomor 2 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
"Dua undang-undang itu sudah prolegnas prioritas tahun 2015. Tapi dibiarkan tak selesai hingga saat ini. Padahal, belum tentu kedua regulasi ini masuk prolegnas tahun depan," terangnya. (bil)
Sumber: JPNN
Editor:Hary B Koriun