Sisi Religi di Balik Memaknai Harapan Hidup Riau

Kesehatan | Jumat, 21 Desember 2018 - 10:55 WIB

Kemajuan pembangunan  tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat. Terkait hal itu, kesehatan masyarakat menjadi salah satu unsur komponen keberhasilan pembangunan. Keberhasilan program kesehatan pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diharapkan dapat memperpanjang usia harapan hidup.

Angka harapan hidup (AHH) adalah rata-rata jumlah tahun kehidupan yang dapat dijalani oleh seseorang semasa hidup. AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Menjaga kesehatan merupakan aset penting untuk masa depan yang cerah. Sehat itu mahal, seringkali masyarakat lalai betapa pentingnya kesehatan. Sejalan dengan hadis Rasulullah SAW, yang berbunyi: “Ada dua kenikmatan yang membuat kebanyakan manusia tertipu yaitu nikmat sehat dan waktu lapang. ‘’(HR Bukhari dari Ibnu ‘Abbas). AHH salah satu unsur penghitungan indeks kesehatan untuk mendapatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), disertai indeks penghitungan dan indeks pendidikan. AHH dan IPM  berbanding lurus, terlepas dari faktor lainnya, dapat diasumsikan jika AHH semakin tinggi begitu juga dengan IPM.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

AHH Riau yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) cenderung naik setiap tahun selama 2010-2017, sebesar 70,15 menjadi 70,99. Tren kenaikan tergambar pula pada IPM Riau, selama 2010-2017, sebesar 68,65 menjadi 71,79. Ditelisik dari sisi religi, ada nilai penyesuaian harapan hidup. Penyesuaian dalam arti, angka tersebut tidaklah salah sepenuhnya, melainkan perlunya kejelian dalam memaknai angka.  Gambaran angka AHH yang cenderung naik, secara teori mengisyaratkan bahwa umur rata-rata cenderung dapat ditingkatkan, bahkan seolah-olah dapat menikmati umur minimal sesuai dengan AHH. Namun dalam kenyataannya, keadaan seseorang baik itu sehat, sakit, keadaan lingkungan, kondisi sosial ekonomi ataupun hal lainnya dapat mempengaruhi AHH. Kondisi ini mengingatkan bahwa bukan hanya mementingkan lamanya hidup, tetapi juga perlu dipikirkan kegunaan dan kemanfaatan umur dalam kehidupan. Sisi inilah yang dapat merangkum dalam kehidupan religi masing-masing pribadi.

Sisi religi khususnya Islam dalam surah Al An’am ayat 32 “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya” untuk itu hendaklah kita memanfaatkan sebaik-baiknya waktu kehidupan. IPM yang sebanding dengan AHH menggambarkan pembangunan kualitas manusia yang meningkat dengan semakin panjangnya harapan hidup seseorang, namun dibalik itu, sisi religi mengingatkan dalam memaknai arti waktu dunia diisi dengan kehidupan berkulitas agar tidak terlena dan lalai memanfaatkan waktu dan merugi di akhirat kelak. Manfaatkanlah lima kesempatan sebelum datang kesempitan. HR Al-Hakim “Manfaatkan usia mudamu sebelum kamu tua, manfaatkan sehatmu sebelum sakit, gunakan kekayaanmu sebelum kamu miskin, gunakan waktu lapangmu sebelum kamu sibuk dan manfaatkan hidupmu sebelum kamu mati. ‘’Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata, “Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.

”Selanjutnya, Imam Syafi’i pernah mendapat nasehat dari seorang sufi, “Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia. ”AHH Riau yang cenderung naik dengan kisaran angka 70 tahun, sejalan dengan HR Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani ‘’umur umatku berkisar antara 60 sampai 70, amat sedikit dari mereka yang lebih dari itu.

‘’Ada yang mencoba menghitung kehidupan dunia versi akhirat, didapati pendapat, kita hidup di dunia ini hanya sebentar, dalam perhitungan akhirat, kita ini hidup di dunia hanya 1,5 jam saja. Berdasarkan Alquran sebagai sumber kebenaran absolut, “Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. ”(Q.S Al-hajj:47), dapat kita asumsikan 1 hari akhirat=1000 tahun, 24 jam akhirat=1000 tahun, 3 jam akhirat=125 tahun, 1,5 jam akhirat=62,5 tahun. Dalam QS. Al-Mu’minuun:114 “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. ”Sehingga, apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. Penghitungan ini dapat membuat pemahaman parameter AHH dan IPM tentunya tidak menjadi kondisi sepenuhnya benar dalam realitasnya, tidak terlepas pula bahkan ada yang melebihi angka harapan hidup bahkan kurang dari itu.

Hendaknya dari dalil-dalil Alquran ini dapat mencharge kembali iman kita untuk semakin berlomba-lomba berbuat kebajikan dalam kehidupan yang semakin berkualitas. Tujuannya untuk pemanfaatan kehidupan sesuai AHH dan sejalan dengan pembangunan upaya mengisi kualitas kehidupan akan lebih efektif  bila bersentuhan langsung dengan keimanan dan jiwa pribadi. Dimulai dari diri sendiri untuk menanamkan kepribadian agamis dan selalu mendekatkan diri dengan ajaran agama. Tidak terlepas dari hubungan manusia kepada Allah untuk selalu mengamalkan perbuatan amalan wajib bahkan sunnah untuk mengisi di tiap sisi ruang-ruang kehidupan yang berkualitas dan prduktif.  Ibnu Qayyim berkata “Jika hari berlalu dan saya tidak berkarya serta tidak mendapatkan ilmu, maka itu bukan usiaku. “Dan juga berkata Hasan Bashri : “Dunia ini hanya ada tiga hari: kemarin, hari ini, besok. Kemarin telah berlalu bersama dengan apa yang di dalamnya. Sedangkan hari esok semoga anda menemuinya. Adapun hari ini adalah milikmu, maka beramallah di dalamnya. “Dalam hubungan kepada sesama manusia kegiatan silaturahmi salah satu kegiatan bermanfaat, hal ini pun juga sejalan dengan Hadits Rasul ‘’Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dimurahkan rezekinya maka hendaklah menyambung tali silaturahim’’.

Sebenarnya waktu adalah umur manusia yang memang wajib untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Waktu adalah salah satu nikmat yang agung dari Allah SWT kepada manusia. Sudah sepantasnya manusia memanfaatkannya secara baik, efektif dan semaksimal mungkin untuk amal shalih. Islam menganjurkan agar manusia memanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimiliki agar tidak termasuk golongan orang yang merugi. Hal itu tercantum dalam QS.Al-‘Ashr dan Rasulullah SAW juga menganjurkan agar manusia memanfaatkan kesempatan yang dimiliki. Nikmat waktu pun harus dapat kita pertanggungjawabkan untuk memastikan diri kita mendapatkan hak kesehatan, tentunya tidak lupa kita harus memenuhi kewajiban dalam menjaga kesehatan tubuh. Secara tidak langsung dengan kesehatan yang mendukung dapat memperpanjang AHH dan peningkatan IPM. Sehingga memaknai data melalui sisi religi tampaknya dapat menjadi hal yang menarik untuk dipahami.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook