JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Vaksinasi Covid-19 diperkirakan bakal menemui sejumlah tantangan. Salah satunya adalah resistensi masyarakat sasaran program tersebut.
Menurut data survei persepsi masyarakat yang dibeber Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, sebanyak 64,81 persen responden menerima vaksinasi. ”Sedangkan, ada 7,60 persen yang menolak dan sisanya 27,60 persen tidak tahu,” katanya dalam pelantikan koalisi relawan (kawan) vaksin se-Indonesia kemarin (19/12).
Itu adalah pertanyaan apakah masyarakat mau menerima vaksin Covid-19 atau tidak. Alasan menolak atau tidak mau divaksin juga beragam. Mulai tidak yakin dengan keamanan dan keefektifan vaksin Covid-19 itu hingga khawatir efek samping dan kepercayaan terhadap keyakinan agama.
Survei tersebut dilakukan Kemenkes bersama WHO Indonesia dan Unicef pada 20 September lalu secara online. Pertanyaan dikirim ke 8.364 responden yang tersebar dari seluruh Indonesia.
Nadia bersyukur, dari pertanyaan kedua terkait dengan apakah masyarakat masih mau menerima info soal vaksin atau tidak, lebih dari 70 persen dari total 8.364 responden yang disurvei masih ingin mendapatkan informasi tentang vaksin Covid-19. Itu artinya, sosialisasi dari pemerintah dan seluruh elemen harus terus digencarkan.
Untuk kelancaran program vaksinasi nanti, Nadia juga menyampaikan sejumlah persiapan. Salah satunya, Kemenkes telah menjalankan pelatihan kepada vaksinator yang berjumlah 23.145 tenaga kesehatan.
Dengan jumlah tersebut, rasio vaksinator dengan sasaran vaksinasi adalah 1:20. Artinya, satu orang vaksinator melakukan vaksinasi kepada 20 orang. Diharapkan, setelah ada pelatihan itu, rasionya bisa ditingkatkan menjadi 1:40.
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini menggarisbawahi persepsi penerimaan masyarakat sebagai tantangan yang harus segera dicarikan solusinya. Sebab, berdasar sebuah survei lainnya, terlihat bahwa 37 persen masyarakat tidak mau atau ragu divaksin Covid-19.
Yahya juga menyoroti pengadaan vaksin Sinovac oleh pemerintah. Kontrak 3 juta dosis vaksin Covid-19 telah diteken dengan produsennya di Tiongkok. Sebanyak 1,2 juta dosis di antaranya sudah masuk dan sisanya masih dalam proses pengiriman.
”Yang kami kritisi ada dua hal. Pertama, kenapa vaksin sudah diimpor, sedangkan izin edarnya belum keluar. Kedua, uji klinisnya juga belum selesai,’’ katanya.
Dia menyebut alasan pemerintah karena saat ini di dunia sedang terjadi fenomena rebutan vaksin sehingga perlu diplomasi dan lobi politik dengan negara produsen vaksin.’’Bagaimana seandainya hasil uji klinisnya tidak memenuhi syarat,’’ tuturnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman